PENASULTRA.COM, KENDARI – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terdiri dari Forum Kesatuan Pembela Rakyat Sulawesi Tenggara (KPR Sultra), Barisan Aktivis Keadilan Sulawesi Tenggara (Bakin Sultra), dan Gerakan Pemuda Sulawesi Tenggara (GP Sultra) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Inspektorat dan Kejaksaan Sultra pada Rabu, 2 Desember 2020.
Aksi yang dilakukan tiga lembaga itu menuntut penuntasan kasus tindak pidana korupsi pada pekerjaan proyek rekayasa lalu lintas di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2017 lalu. Dimana, proyek tersebut melibatkan Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Hado Hasina dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
Dalam pernyataan sikapnya, tiga lembaga tersebut menuntut Kadis Perhubungan Sultra agar segera dicopot dan dipenjarakan karena diduga telah menyalahgunakan kewenagannya demi memperkaya dirinya sendiri.
“Perbuatan yang diduga dilakukan oleh Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Tenggara ini telah merugikan negara yang seharusnya hal ini diproses secara hukum. Namun anehnya sampai saat ini kasus yang melibatkan kepala dinas perhubungan Sulawesi tenggara belum memiliki kepastian hukum padahal kasus ini sudah lama berjalan, bahkan telah dinyatakan bahwa kerugian negara dari kasus tersebut telah dikembalikan sebanyak +Rp. 1,1 milyar”, tulis Konsorsoum KPR Sultra, BAKIN Sultra dan GP Sultra.
Hal ini membuktikan bahwa Kepala Dinas Perhubungan Sultra telah melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara. Maka dari itu harusnya kasus tersebut harus diproses hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Sudah keempat kalinya kami datang, dan akan terus berjuang sampai pada proses hukumnya jelas. Artinya tuntas”, ungkap Ketua umum KPR Sultra, La Ode Risman Ranto dalam orasinya.
Selain itu, mereka juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan di Kejati Sultra dan Inspektorat Sultra atas mandeknya kasus Dugaan Korupsi pada proyek rekayasa lalu lintas di Kabupaten Wakatobi itu.
Menanggapi hal itu, Inspektur Pembantu Wilayah Tiga Inspektorat Sultra, Ali Nasir menjelaskan bahwa pada Tanggal 6 Juni 2020 lalu, pihak Inspektorat mendapat surat dari Kejati Sultra yang meminta untuk melakukan audit. Untuk itu, pihaknya telah selesai melakukan audit atas permintaan Kejati pada 19 Juni.
“Bulan Agustus Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut sudah terbit dan memang kami terus terang saja tidak akan memberikan lebih detail terkait apa isi dari LHP tersebut. Dikarenakan kami tidak punya wewenang”, ujarnya.
Dalam proses audit tersebut, pihak Kejaksaan meminta kepada pihak Inspektorat untuk menilai kegiatan-kegiatan tersebut telah dilengkapi oleh bukti-bukti dan dokumen yang sah. Serta melihat sejauh mana pelaksanaan kegiatan tersebut berkaitan dengan bukti-bukti yang telah mereka sampaikan sebagai pertanggung jawaban keuangan.
“Olehnya itu, untuk kemudian setelah terbit LHP dan berdasarkan informasi dari sekian bukti yang belum bisa dipertanggungjawabkan, sebanyak Rp1,1 miliar tersebut telah ditindaklanjuti dengan bukti-bukti setor ke kas daerah”, tambahnya.
Kepala Seksi Sosial Budaya Kejati Sultra, Salim Uddin menuturkan bahwa saat ini kasus tersebur sedang dalam proses penyelidikan dan pengumpulan barang bukti secara objektif, valid dan sah.
“Artinya, proses pembuktian itu banyak hal yang harus kita dapatkan. Intinya kita adalah mencari. Kalau dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) itu sesuai pasal 184 KUHAP kita perlu namanya keterangan saksi”, tuturnya.
Kendati demikian, ia berharap secepatnya akan ada sikap akhir terhadap kasus tersebut dan pihak Kejati akan melakukan gelar perkara dalam kurun waktu satu sampai dua minggu ke depan.(b)
Penulis: Husain