PN Kendari Turun Langsung Tinjau Lokasi Sengketa Lahan di Kelurahan Watubangga

PENASULTRA.COM, KENDARI – Pengadilan Negeri (PN) Kendari bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari, (disaksikan masing-masing Kuasa Hukum ke Dua belah pihak) melakukan peninjauan obyek atau lokasi sengketa lahan/tanah di Lorong Simbo, Kelurahan Watubangga, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) atas dugaan pembuat Surat Keterangan Tanah (SKT) palsu diatas Surat Resmi yang diduga dilakukan oleh Oknum Pejabat Kota Kendari yakni Asisten III Amir Hasan.

Wakil Majelis Hakim, Ahmad Yani mengungkapkan bahwa peninjaun lokasi ini merupakan bagaian dari rangakaian pemeriksaan terhadap kasus atau perkara tindak pidana. Dimana, dalam kasus ini ada 2 (dua) terdakwa, salah satunya itu adalah Pembuat Surat Keterangan Tanah (SKT) Palsu diatas Surat Keterangan Resmi, yakni Amir Hasan yang pada saat itu masih menjabat sebagai Lurah Watubangga.

“Seorang Pejabat membuat SKT bahwa tanah ini adalah tanahnya pak Ndehe,” ujarnya.

“Belakangan ini ketahuan bahwa, tanah yang ditunjuk oleh Ndehe (almarhum) ini sudah ada sertifikatnya. Dilakukanlah pelaporan atas dugaan penyerobotan. Nah ini yang sekarang ini kita periksa. Apakah tanah yang ditunjuk Almarhum Ndehe ini adalah betul-betul miliknya (tanahnya),” lanjutnya.

Ahmad Yani menjelaskan, kedatangan pihaknya ini bukan untuk mencari keabsahan tanah ini atau siapa sih yang memiliki tanah ini, bukan, karena pemeriksaannya beda (melalui perdata), tapi kita melihat obyeknya, apakah betul dakwaan itu mencocokki dengan perbuatan terdakwa.

“Artinya ada orang yang membuat keterangan, dan keterangan itu dianggap tidak sesuai dengan faktanya. Nah untuk menyatakan itu salah atau tidaknya, ada hasil pemeriksaan, nanti majelis yang akan simpulkan. Apakah dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terbukti atau tidak. Memang kita tidak bisa pungkiri, perkara ini sangat sulit untuk pembuktiannya dan sangat susah. Kadang-kadang memerlukan keberanian untuk membuktikan perkara itu. Bisa saja kemudian hasil pemeriksaan sengketa hak ini tidak masuk dalam rumusan pidana. Tetapi bisa juga ini bisa terbukti, manakala semua fakta yang bisa diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu ternyata memang betul. Itulah gunanya diperiksa oleh Majelis, supaya dalam musyarawah Majelis saling melihat,” beber Ahmad Yani saat ditemui di lokasi, Jumat 8 Oktober 2021.

Nah, faktanya tadi (dilakukan peninjauan) lanjut Ahmad Yani memang diatas lokasi sengketa. Itu pun juga ada dua sertifikat diatas lokasi yang sama.

“Jadi disini kita melihat, memang ada indikasi kesalahan di persoalan administrasi di Pertanahan kita. Dan mudah-mudahan kedepan dengan teknologi kita semakin bagus, semakin canggih yang dilakukan ploting melalui satelit ketika dilakukan GPS untuk dilakukan sertifikat akan kelihatan kalau sudah ada pemiliknya. Dan itu tidak bisah lagi diterbitkan sertifikatnya,” jelasnya.

Ditanyakan, berapa luasan yang menjadi Obyek persengketaan, Ahmad Yani mengatakan, Kita melihat pada Sertifikat induk tahun 1979 yang diperbaharui tahun 2007 sekitar 2 hektar dan dipecah menjadi dua sertifikat yakni Hak Milik pak Wilson Siahaan.

“Itulah yang menjadi klaim dasar, bahwa pemohon itu sudah mengklaim bahwa tanah yang dimaksud adalah tanah miliknya. Dan itulah alasan Pelapor melaporkan adanya penyerobotan tanah. Untuk itu juga bahwa, yang melaporkan ini adalah betul-betul tanah miliknya. Tapi tadi kita melihat juga bahwa tadi ada sertifikat juga diatas tanah itu. Dan kemudian untuk diketahui juga tadi dicek melalui satelit pertanahan itu jelas. Bahwa tanah itu milik pak Wilson Siahaan,” tutup Ahmad kepada awak media.

Sementara itu Kuasa Hukum terdakwa (Ibu Tehe) Suratman Hamid bersama Muhamad Kamal S mengatakan, adapun awal mula permasalahan ini muncul sekitar tahun 2020, saat dilakukan pengukuran dari pihak yang mengklaim (Pak Wilson Siahaan).

“Jadi untuk diketahui lahan ini dikuasai oleh klien kami ibu Tehe bersama suaminya almarhum Ndehe, seluas kurang lebih 5000 meter persegi. Tetapi kemudian sudah dijual sebagian dibeberapa pihak. Salah satunya pak Djabir, sehingga yang tersisa dari penjualan itu kurang lebih sekitar 2000 meter persegi,” ungkap Kuasa Hukum Ibu Tehe Suratman Hamid, S.H saat ditemui di lokasi.

“Kemudian inilah yang bersih dan dikuasai oleh beliau (Ibu Tehe) sejak tahun 1979 lalu bersama suaminya kemudian mereka mengolahnya sejak tahun 1979 sampai dengan sekarang ini,” ungkap Suratman menambahkan.

Lanjut Suratman, tahun 2020 lalu, tiba-tiba muncullah pak Wilson Siahaan selaku pihak yang mengklaim memiliki lahan tersebut. Dengan dasar sertifikat Nomor 55 Tahun 1979/1980 kalau saya tidak salah. Beliau adalah seorang Purnawirawan TNI. Dan saat itu, Ibu Tehe bersama keluarganya keberatan kalau lahan tersebut adalah milik mereka dalam hal ini Wilson Siahaan. Karena selama ini, Ibu Tehe merasa dari sejak tahun 1979 sampai dengan tahun 2019 itu tidak pernah ada yang mengklaim lahan tersebut, dan tidak pernah ada yang muncul bawa sertifikat.

“Nanti tahun 2020 baru lah muncul, itupun bukan Pak Wilson Siahaan secara langsung, tetapi melalui kuasanya, yaitu Lettu Herman seorang oknum tentara aktif TNI AD. Karena pak Wilson Siahaan seorang purnawirawan memberikan kuasa kepada oknum tentara aktif. Mereka mau melakukan pengukuran di dalam, tapi ibu Tehe bersama keluarganya melarang dan keberatan,” ungkap Suratman.

“Karena Lahan dikuasai oleh ibu Tehe dengan dasar Surat Kepemilikan Tanah (SKT) tahun 2004 yang dikeluarkan Lurah Baruga saat itu, yakni Amir Hasan. Dimana wilayah ini belum pisah dari dari Kelurahan Watubangga yang sekarang ini sudah menjadi kelurahan Watubangga,” Lanjutnya.

Lanjut Suratman mengungkapkan, tidak di sangka-sangka ternyata ada sertifikat di lahannya klien kami tersebut (tanah ibu Tehe). Ironisnya, di tahun 2020 ini, Kuasanya, datang melakukan pengukuran dilahan tersebut yang diduga kuat melibatkan oknum-oknum TNI AD aktif dengan berpakaian lengkap. Tetapi Ibu Tehe bersama keluarganya tetap melarang agar tidak di lakukan pengukuran.

“Memang pak Wilson Siahaan tidak datang mengukur tetapi kuasa hukumnya datang mengukur tanah tersebut disinyalir melibatkan oknum-oknum TNI AD yang berpakaian lengkap. Sempat dilarang sebanyak dua kali, akan tetapi nanti sudah yang ke tiga kali melakukan pengukuran barulah berhasil. Dari hasil pengukuran secara paksa yang dilakukan oleh oknum – oknum tersebut barulah terbit sertifikat baru di Tahun 2020 itu atas nama Wilson Siahaan yang merupakan sertifikat baru dari sertifikat sebelumnya. Namun anehnya, dari hasil pengukuran antara yang dikuasai atau yang diklaim oleh Wilson Siahaan ini justru objeknya itu Tumpang Tindih dengan Arbi Rohim,” beber Suratman kepada awak media

“Jadi yang diklaim oleh pak Wilson Siahaan ini sekitar 5000 meter persegi. Di suatu titik sekitar 2000 meter persegi masuk di sertifikatnya pak Wilson Siahaan disuatu sisi juga masuk pada tanah pak Arbi Rohim. Jadi satu obyek ini, dua sertifikat,” ungkapnya lagi.

Olehnya itu, berdasarkan persoalan tersebut, yang menjadi pertanyaan, tuduhan yang melakukan penyerobotan ini terhadap klain kami itu tidak benar dan tidak mendasar.

“Kami membantah bahwa klien kami ibu Tehe itu melakukan Penyerobotan tidak benar dan tidak mendasar. Kenapa, karena status tanah ini masih saling mengklaim. Lagian kalau mau diuji harus dibuktikan dulu secara keperdataan siapa sebenarnya Pemilik tanah ini. Apakah yang melapor ini selaku pemilik yang sah atau sebaliknya yang terdakwa ini. Ini harus diuji dulu secara perdata. Namun sampai saat ini baik pelapor ataupun terlapor belum diuji secara keperdataan. Sehingga masing-masing pihak itu akan mengklaim bahwa ini masih hak miliknya. Dengan bukti yang berbeda. Satu yang sertifikat dan satu SKT,” tegasnya.

Dikesempatan yang sama, Kuasa Hukum/Juru Bicara dari Bapak Wilson Siahaan yakni Agung Widhi, I., S.H., M.H mengatakan, memang tadi ada kegiatan/agenda sidang Pemeriksaan Setempat, dan yg Hadir dari pihak Pengadilan Negeri (PN) Kendari yakni Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Terdakwa dan Penasehat Hukum nya, turut juga hadir Badan Pertanahan (BPN) Kota Kendari yang tadi telah melakukan peninjauan obyek Tanah atas kasus atau perkara dugaan tindak pidana penyerobotan lahan dan dugaan pemalsuan SKT yang dilakukan oleh  lurah Baruga pada saat itu, yang sekarang berubah menjadi Kelurahan Watubangga yakni Amir Hasan yang kini diketahui menjabat sebagai Asisten III Kota Kendari.

“Saat itu sekitar tahun 2004 pak Lurah ini membuat SKT diatas Sertifikat Resmi, yakni membuat SKT diatas sertifikat milik bapak Wilson Siahaan, dari keterangan sebelumnya awalnya hanya akan digunakan keperluan peminjaman sejumlah uang di koperasi saja, Yang ternyata selanjutnya digunakan untuk menjadi kepemilikan tanah,” ungkapnya.

“Nah ini memang harus dilakukan peninjauan guna untuk memastikan posisi tanah yang kini bergulir di Pengadilan. Disini BPN harus melakukan pengecekan obyek tanah dalam permasalahan ini, untuk memastikan berdasarkan data yang dimiliki, tanah disini terdata milik siapa, tentunya ini sudah sesuai kewenangannya untuk memberikan informasi tersebut. Memang dalam penyerobotan lahan ini setidaknya ada peninjauan atau pemeriksaan guna membuktikan bahwa posisi tanah tersebut milik siapa, dan apakah benar atau tidaknya di serobot. Apa betul korban ini diserobot lahannya?. Memang ini harus dilihat fakta lapangan,” lanjutnya.

Lebih lanjut Agung mengatakan, memang disitu terdata dalam data Komputer tablet milik BPN Kota Kendari, bahwa obyek atau tanah tersebut milik bapak Wilson Siahaan. Meskipun tadi ada beberapa orang tiba-tiba datang membawa Foto Copy sertifikat untuk diperlihatkan kepada pihak PN Kendari dan BPN Kota Kendari.

“Iya, Mereka tiba-tiba datang dan membawa sertifikat. Saya tidak tau siapa mereka, atau tidak pernah melihat mereka menjadi saksi dalam perkara ini di persidangan. Mereka darimana, saya tidak tau. Dan yang paling penting dalam permasalahan ini adalah memang tanah yang menjadi obyek persengketaan memang tanah milik pak Wilson Siahaan,” jelasnya.

Agung juga menjelaskan, bahwa Salah satu Terdakwa yang membuat SKT tersebut, telah mencoba melakukan langkah-langkah Persuasif dengann memberikan uang sejumlah 200 juta dan dibuat surat pernyataan yang tidak hanya di tanda-tangani, tapi juga di cap jempol, agar Penyerobot tanah ini mau meninggalkan Lokasi tanah tersebut, ini sudah di tunjukkan di depan persidangan beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu saya berharap mewakili pihak korban, semoga perkara atau permasalahan ini segera mendapatkan kejelasan dan lekas berakhir atau selesai. “Tentunya kita menyerahkan dan sangat percaya kepada majelis Hakim yang nantinya akan memutus permasalahan ini. Dan juga Masing-masing daripada perangkat sidang dalam perkara ini dapat berperan menegakkan hukum guna memberikan sesuatu yang berfaedah kepada orang lain dan bahkan masyarakat luas untuk perkara-perkara sejenis atau serupa ini kedepannya,” tutup Agung Widhi

Penulis: Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *