Oleh: Sahrul S.Sos
Muhaimin Iskandar, sosok sederhana yang tumbuh dewasa dalam catatan sejarah Indonesia yang boleh jadi kelam saat itu. Ditubuh lelaki ini mengalir darah ulama. Sejak kecil ia mulai mengerti politik, tapi ia tak memilihnya. Ia tak manapik bahwa dunia politik adalah bagian yang tak terpisahkan dari keluarga besarnya.
Ia lebih memilih terlibat dalam diskusi-diskusi politik sebagai langkah awal memahami gaya politik orde baru saat itu. Cukup represif situasi saat itu katanya. Di tengah gejolak orde baru, barisan keamanan negara mengawasi setiap langkah dan aktivitas kelompok masyarakat. Bahkan ia menyaksikan langsung pengajian ayahnya dihentikan dan di larang oleh aparat saat itu. Cak Imin-sapaan Muhaimin Iskandar, mulai menyadari bahwa situasi ini harus di lawan karena tak menjanjikan ketentraman.
Cak Imin, membangun gerakan politik saat dirinya tercatat sebagai mahasiswa. Bersama teman-teman mahasiswa lainnya Cak Imin membentuk kelompok diskusi. Kelompok diskusi ini kemudian menjadi media untuk mendistribusi gagasan hingga demonstrasi di jalan-jalan menentang kekuasaan tirani. Ia kian mapan secara intelektual-juga pengalaman dan kapasitas.
Menduduki jabatan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), jabatan organisasi swadaya masyarakat dan lain-lain, hingga mengantarkan dirinya dalam karir politik yang gemilang. Usia 32 tahun, Cak Imin sudah menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI pada tahun 1999. Ia yang termuda dan sejarah mencatatnya.
Kini, namanya mulai di perbincangkan publik. Ia adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dan menjadi buah bibir bukan karena meraih karir politik di usia muda, tapi ia memastikan diri untuk memimpin republik ini. Gambarnya mulai terpampang ramai dalam billboard di persimpangan kota-kota besar di negeri ini. Taufik Febri W, menempatkan Cak Imin berada di posisi puncak melampaui Zulkifli Hasan dan sejumlah nama beken lainnya sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo. Taufik merilis hasil survey ini dalam diskusi bertajuk ‘Menemukan Tokoh Muda dan Islami’ di Bakoel Koffe, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat belakangan ini.
Ketokohan Cak Imin makin melekat di hati Rakyat. Ia anak kiyai menjadi elemen penting dalam riwayat berdiri tegaknya Republik ini. Perjalanan kemerdekaan Indonesia tak lepas dari peran-peran strategis para ulama. Era ini, polarisasi politik mulai tampak dengan lahirnya sentimen agama, ditambah dengan dugaan lahirnya ketakutan neo komunis dan kelompok masyarakat taipan.
Taufik Febri, menyatakan sentimen agama semakin menyulut emosi rakyat. Dia mengungkapkan sentimen agama itu terus menarik dari 40 persen pada Maret 2016 ke 71,4 persen pada Januari 2017. Ini menjadi alternatif bagi partai-partai Islam untuk mengusung poros baru harapan umat. Dan Harapan Baru Umat itu adalah “Cak Imin”.
Sentimen Agama menurut hasil survey menggerus kekuatan Joko Widodo yang hari ini hanya memiliki elektabilitas kurang lebih 30 persen. Sebagai incumbent, Joko Widodo menempati posisi di ujung tanduk untuk kembali memimpin republik ini. Boleh jadi instrumen partai bernuansa Islami mengelaborasi kekuatan melalui poros keumatan. Jika Koalisi PKB, PKS, PPP, PBB, PAN terjadi, bukan tidak mungkin mengusung Muhamin Islandar sebagai Calon Presiden. Soal siapa menjadi wakilnya bakal menjadi diskursus menarik di internal partai Islam itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan datangnya partai nasionalis ikut dalam koalisi keumatan ini.
Jika instrumen keumatan ini terjadi, maka kekuatan ulama akan menjadi bagian penting untuk menentukan kemenangan dari koalisi keumatan ini. Cak Imin sudah menyiapkan tiga segemen untuk meraih suara rakyat yaitu segmen kalangan muda, segmen sektoral dan swing voters. Yang terpenting dalam meraih dukungan rakyat adalah melayani aspirasi mereka sehingga terjadi trust (kepercayaan) terhadap pemimpinnya. Khusus untuk PKB sudah memiliki pemilih fanatik yang sudah sejak awal partai ini berdiri. Kendati begitu Cak Imin menegaskan bahwa yang paling tinggi dari tujuan politik adalah kemanusiaan.***
*Penulis adalah Wakil Ketua PKB Muna Barat