Antara Rusman Emba, Rajiun Tumada dan Poros Penyejuk

Oleh: Ahmad Sadikin

Pemilihan Umum 2019 telah usai. Suara kita telah tersalur pada orang pilihan. Tak ada lagi kampanye. Beranda media sosial saat ini tidak lagi menunjukkan siapa calon presiden, dan siapa calon legislatif. Yang ada hanya klaim kemenangan sebelum keputusan KPU.

Suara yang sudah disalurkan itu tinggal menunggu, apakah keluar sebagai pemenang atau tidak. Takkan ada lagi intervensi pada siapa kita menjatuhkan pilihan. Semua yang berlaga hanya bisa pasrah. Pilihannya hanya dua. Kalah atau menang.

Pemilu 2019 boleh saja usai, namun Pilkada serentak 2020 kembali menanti. Semua yang sudah terlewati saat Pemilu 2019, akan kembali kita rasakan. Terhitung untuk Sultra sendiri, ada tujuh kabupaten yang akan melaksanakan pilkada serentak di tahun 2020. Yakni, Muna, Konkep, Konsel, Koltim, Butur, Konut, dan Wakatobi. Genderang menyambutnya juga sudah di tabuh jauh-jauh hari.

Pada tulisan kali ini, penulis lebih fokus mengulas Pilkada di Kabupaten Muna. Masyarakat Muna yang terkenal dengan tensi politik yang tinggi, akan kembali menyambut pesta demokrasi, bisa dilihat pasca pemilihan 17 April yang lalu, pembahasan tentang lanjutkan dan ganti Bupati Muna sudah ramai diperbincangkan.

Sejauh ini, setidaknya ada dua nama yang sudah menjadi topik pembicaraan di kalangan masyarakat yang bakal bertarung di negeri berjuluk Sowite itu. Dia adalah Bupati Muna saat ini LM Rusman Emba, dan LM Rajiun Tumada yang juga merupakan Bupati Muna Barat.

Kekuatan Rusman Emba di Kabupaten Muna tidak perlu diragukan lagi. Ini terbukti pada Pilkada 2015 lalu, Rusman Emba bersama partai pengusungnya, berhasil menaklukan kompetitornya Dr. L.M. Baharudin, yang merupakan incumbent saat itu. Yang semua orang tahu sulit untuk bisa mengalahkan incumbent. Namun dengan kegigihan dalam berjuang, Rusman Emba mematahkan rumor tersebut.

Kurang lebih empat tahun memerintah di Kabupaten Muna, tentunya sudah banyak terobosan yang dilakukan Rusman Emba, walau tak jarang cemooh juga banyak dilontarkan dari masyarakat. Artinya disatu sisi banyak yang memuji kepemimpinan Rusman, dilain sisi banyak pula yang mengkritisi.

Sementara itu, Rajiun Tumada dengan kekuatannya yang mengakar, tidak bisa dianggap lawan yang sepele. Mengawali karier politik dari seorang Pj Bupati Muna Barat, kemudian mengikuti kontestasi pada pilkada 2017, ia berhasil pula mengalahkan kompetitornya, Iksan, yang merupakan anak dari politisi senior di Sultra, yakni Ridwan Bae.

Meski masih terbilang baru dalam dunia politik, Rusman Emba tentunya harus mewaspadai pergerakan Rajiun Tumada di Kabupaten Muna. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir, dalam beberapa kasus, kemunculan Rajiun Tumada di Muna mendapat respon yang baik dari masyarakat. Walau banyak pula yang mengatakan itu adalah pencitraan jelang Pilkada.

Jika dianalogikan dalam perang, Rusman Emba adalah pihak yang mempertahankan kerajaannya, dan Rajiun Tumada sebagai penyerang yang mencoba memasuki kerajaan. Dengan analogi itu, Rajiun hampir bisa dipastikan telah memasuki sebagian dari kerajaan. Dan parahnya Rusman Emba membiarkan sebagian wilayah kerajaannya dimasuki.

Andai saja kedua tokoh ini akan benar-benar menjadi rival politik di Pilkada Muna, seperti analogi diatas, bisa dipastikan Pilkada rasa Pilpres akan kembali terjadi di Kabupaten Muna. Jika masyarakat diperhadapkan dengan dua pilihan, potensi terjadinya konflik akan terjadi, dengan melihat gelombang dukungan antara ke dua tokoh ini sangat besar dan mengakar dimasyarakat.

Psikologi masyarakat Muna yang dikenal tempramen, akan sangat berpengaruh jika kontestasi hanya diisi oleh dua calon–belajar dari Pilpres yang hanya diisi dua calon– menyebabkan perpecahan dan konflik sesama anak bangsa dimana-mana terjadi. Tidak adanya pendingin suasana menjadikan suhu politik menjadi memanas.

Tentunya, kita tidak menginginkan adanya perpecahan ditengah-tengah masyarakat terjadi di Muna. Perlunya pendingin suasana menjadi penting untuk menurunkan tensi politik yang meninggi.

Lantas pertanyaannya, siapa yang mampu mendinginkan suasana di daerah yang masyarakatnya dikenal tempramen itu?

Dengan potensi konflik tadi, perlunya pilihan alternatif bagi masyarakat, selain dari dua nama yang diprediksi akan berlaga dalam Pilkada Muna 2020 mendatang. Hadirnya poros ketiga, dipastikan mampu menurunkan suhu politik yang memanas ditengah kebuntuan pilihan masyarakat.

Andai katapun poros ketiga itu hadir, nama yang paling potensi untuk mengisinya, ialah salah satu mantan kompetitor Rusman Emba pada pilkada 2015 yang lalu, yakni Dr. L.M. Baharuddin yang saat ini sedang mencalonkan sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Kenangan Pilkada 2015 lalu, tentunya masih menyisahkan perseteruan yang berkepanjangan antara keduanya. Pendukungnya pun demikian.

Jika Dr. L.M. Baharuddin lah poros ketiganya, maka perseteruan lama akan kembali terjadi. Konflik lama juga kembali terulang. Bagaimana tidak, gelombang pendukungnya juga sampai saat ini masih bersebaran seantero Muna. Hal demikian dikarenakan, Rusman Emba, yang sementara menjabat, belum mampu menyatukan perbedaan pilihan yang terjadi pada Pilkada 2015 yang lalu.

Dengan demikian, Dr. L.M. Baharuddin, bukanlah orang yang tepat mengisi poros ketiga, yang diharapkan mampu menjadi solusi terhadap adanya potensi konflik. Dengan kata lain, pengisi poros ketiga yang paling tepat di Pilkada Muna, haruslah datang dari wajah-wajah baru, yang bisa menghiasi pesta demokrasi di negeri yang dahulu sangat kaya akan pohon jati.

Apapun yang terjadi, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tulisan singkat ini hanyalah secercah harapan dari penulis, yang menginginkan kontestasi politik yang damai. Tanpa perpecahan dan konflik.

Siapapun calonnya nanti tentunya mereka adalah kader-kader terbaik yang ada di Kabupaten Muna.(***)

Penulis: Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Universitas Halu Oleo