BADKO HMI Sultra Desak Tim Bareskrim Mabes Polri Segera Tahan Tersangka Ilegal Mining di Konut

PENASULTRA.COM, KENDARI – Beberapa waktu lalu Tim Investigasi Mabes Polri telah melakukan penyegelan terhadap lokasi pertambangan dan beberapa alat berat milik sejumlah perusahaan di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Aksi penyegelan tersebut atas dugaan penambangan di kawasan hutan lindung.

Tujuh perusahaan yang diduga melakukan illegal Mining tersebut diantaranya PT. Bososi Pratama, PT. Rockstone Mining Indonesia, PT. Tambang Nikel Indonesia, PT. Nuansa Persada Mandiri, PT. Ampa, PT. Pertambanagan Nikel Nusantara dan PT. Jalumas. Ketujuh Perusahaan tambang ini telah di police line (Garis Polisi) oleh Tim Bareskrim Mabes Polri. Namun, dari tujuh perusahaan tersebut selain PT. Bososi Pratama 6 (enam) perusahan lainnya hanya Join Opreasional (JO) di perusahaan milik Andi Uci ini.

Dari tujuh perusahan tersebut yang diduga melakukan Illegal Mining atau aktivitas penambangan dalam kawasan hutan lindung, kini 3 (tiga) perusahan JO PT Bososi Pratama dari status penyelidikan naik menjadi status ke tingkat penyidikan. Dan pada tanggal 16 Mei 2020, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Mabes Polri telah menetapkan tiga pimpinan perusahaan tersebut sebagai tersangka. Mereka adalah DA Direktur Utama PT.RMI, AN Direktur Utama PT.PNN, serta NF Direktur Utama PT.NPM.

Menanggapi hali itu, Ketua Umum Badan Koordinasi (BADKO) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sultra Candra Arga mengungkapkan bahawa semestinya Tim Bareskrim Mabes Polri harus melakukan Penahanan kepada ketiga orang tersangka tersebut yaitu DA Direktur Utama PT RMI, AN Direktur Utama PT PNN, serta NF Direktur Utama P NPM. Hal ini demi kelancaran dalam proses penyidikan.

“Jika dalam penetapan tersangkanya adalah melakukan kejahatan penambangan di kawasan hutan artinya bisa pastikan bahwa pasal yang di sangkakan adalah Pasal 78 ayat 6 Undang – Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menegaskan bahwa setiap kegiatan pertambangan yang tidak memiliki IPPKH dapat dihukum dengan hukuman pidana penjara maksimal 10 (sepuluh) tahun”, ungkap Candra Arga, Minggu, 17 Mei 2020.

“Dan jika betul melanggar pasal tersebut tentu harus di tahan, belum lagi pasal yang akan di sangkakan oleh penyidik.

Menurut mantan Ketua Umu HmI Cabang Kolaka tersebut, bahwa secara objektif di dalam hukum pidana juga di benarkan dalam pasal 21 ayat (4) KUHP poin (a) yang menyatakan bahwa penahanan tesebut hanya dapat di kenakan terhadap tersangka atau terdakwah yang melakukan tindak pidana dengan acaman pidana penjara lima tahun atau lebih.

“Artinya sebagai garis besar dari objek kasus para tersangka semestinya sudah harus penahanan baik dari tinjauan apapun tetap harus di tahan. karena di mata hukum para tersangka sudah melakukan pelanggaran yang nyata. Bagi saya biar ini bisa menjadi contoh para pelaku penambang Illegal lainnya yang masih berkeliaran di Bumi Anoa ini” tutupnya.

Penulis: La Ode Husaini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *