Oleh: Jumadil
Konsumsi Publik. Pada 11 Februari lalu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengumumkan 22 perusahaan tambang yang diberikan sanksi administrasi berupa penghentian sementara. Sebab perusahaan-perusahaan tersebut dianggap tidak memiliki izin, tidak memiliki rencana kegiatan dan anggaran dan biaya (RKAB). Bahkan di antaranya disinyalir melakukan perbuatan melawan hukum.
Ke-22 perusahaan itu yakni PT Adhi Kartiko Pratama (Konut), PT Bumi Karya Utama (Konut), PT Bosowa Mining (Konut), CV Unaaha Bakti (Konut), PT Manunggal Sarana Surya Pratama (Konut), PT Konutara Sejati (Konut), PT Karyatama Konawe Utara (Konut), PT Makmur Lestari Primatama (Konut), PT Paramitha Persada Tama (Konut), dan PT Tristaco Mineral Makmur (Konut).
Kemudian ada PT Roshini Indonesia (Konut), PT Pertambangan Bumi Indonesia (Konut), PT Tiran Indonesia (Konut), PT Integra Mining Nusantara (Konsel), PT Baula Petra Buana (Konsel), PT Macika Mada Madana (Konsel), PT. Ifisdeco (Konsel), PT Wijaya Inti Nusantara (Konsel), PT Generasi Agung Perkasa (Konsel), PT Jagat Rayatama (Konsel), serta PT Tonia Mitra Sejahtera (Bombana).
Namun, pada faktanya, beberapa perusahaan di antaranya diketahui sampai saat ini masih melakukan aktifitas pertambangan dan penjualan ore nikel. Sebut saja, PT Paramitha Persada Tama (PPT) dan PT Manunggal Sarana Surya Pratama (MSSP).
Menurut informasi dari Dinas ESDM Sultra, PT Paramita telah mengajukan dokumen RKAB pada November 2018 lalu. Namun usulan tersebut ditolak atau tidak ditandatangani karena dianggap tidak patuh. Paramita tidak memiliki sarana penunjang berupa pelabuhan khusus sendiri (jetti) dan selama ini mereka masih menggunakan jetti perusahaan tetangga, yaitu PT Daka Group. Sama halnya dengan PT Manunggal.
Pentingnya RKAB perusahaan tambang di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara ditetapkan suatu keharusan bagi setiap pengusaha tambang untuk melakukan tahapan-tahapan kegiatan tambang.
Penyusunan dokumen RKAB ini merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk memberikan gambaran kepada pemerintah tentang rencana kerja dan rencana pembiayaan dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Selain itu, sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, Dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Kegiatan Mineral dan Batubara Pasal 61 ayat (1) Point b, c dan d terkait pemegang IUP dan IUPK memiliki kewajiban menyusun dan menyampaikan RKAB tahunan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan, menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, menyampaikan laporan tertulis secara berkala atas RKAB tahunan, serta pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan, termasuk pelaksanaan kerja sama dengan pemegang IUJP.
Dasar hukum peminjaman sarana penunjang berdasarkan Permen ESDM Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, Dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Kegiatan Mineral dan Batubara pada BAB VI, paragraf satu, terkait Hak, Kewajiban dan larangan, Pasal 59 ayat (1) yaitu melakukan kerja sama dengan badan usaha lain dalam rangka memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki umum untuk mendukung kegiatan usaha pertambangan.
Kemudian mengajukan permohonan untuk menggunakan wilayah di luar WIUP atau WIUPK kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang kegiatan usaha pertambangannya.
Selanjutnya, mengajukan permohonan untuk menggunakan wilayah di luar WIUP atau WIUPK kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang kegiatan usaha pertambangannya dengan melampirkan perjanjian kerja sama jika berada dalam WIUP atau WIUPK lain.
Banyaknya peraturan tentang pertambangan, seharusnya para pelaku pertambangan ini lebih hati-hati dalam mengelola pertambangan. Anehnya, malah lebih parah dalam menjalankan usahanya. Seperti 22 perusahaan dijelaskan di awal, sudah diberikan sanksi administrasi berupa penghentian sementra.
Sebagaimana termuat dalam Permen ESDM Nomor 11 tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, Dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Kegiatan Mineral dan Batubara, Paragraf 3 Pasal 65 huruf H bahwa, pemegang IUP atau IUPK dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan sebelum RKAB tahunan IUP eksplorasi disetujui.
Selain itu, perusahaan dilarang melakukan kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan, dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan, termaksuk kegiatan eksplorasi lanjutan sebelum RKAB tahunan IUP operasi produksi disetujui.
Faktanya, PT Paramitha Persada Tama malah tidak mengindahkan hal tersebut dan sudah seharusnya IUP-nya dicabut. Sebagaimana termuat dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
Sikap tegas berupa pencabutan IUP perlu diambil oleh pemerintah daerah guna memberi efek jera kepada penambang bandel lainnya. Dengan demikian, dapat menjadi pembelajaran bagi investor-investor lainnya agar tidak hanya mengeruk hasil bumi di Sultra, tetapi juga harus menaati regulasi serta dapat berkontribusi positif dan halal bagi perekonomian daerah.(***)
Penulis: Presidium Jaringan Advokasi Hukum dan Lingkungan Indonesia (AHLI)