Cerita Warga yang Mengurus Sertifikat Tanah di BPN Mubar, Dua Tahun Belum Tuntas

PENASULTRA.COM, MUBAR – Salah seorang warga Desa Latawe, Kecamatan Napano Kusambi, Kabupaten Muna Barat, La Buni (74) mengeluhkan pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Muna Barat (Mubar) yang dinilai lamban dan berbelit-belit. Keluhan tersebut lantaran pengurusan dokumen penerbitan Pembaharuan Sertifikat atas alas hak miliknya tidak kunjung selesai.

Permintaan Penerbitan Sertifikat Pembaharuan tersebut tahun 1985 dengan luas lahan kurang lebih 9000 M2. Dimana, Sertifikat dimaksud terbakar pada tanggal 17 bulan Agustus 1987 yang dikuatkan dengan Surat Keterangan Kebakaran, nomor 140 / 329 / LTW / XII / 2021.

La Buni menjelaskan bahwa menurut keterangan pihak BPN Muna Barat Pembaharuan Sertifikat lama (tahun 1985) ke Sertifikat yang baru bisa saja diterbitkan, asal dilakukan pengukuran ulang oleh pihak BPN. Ia mulai mengurus pembaharuan sertifikat tersebut sejak bulan maret tahun 2020, dan sampai saat ini belum juga selesai.

“Memang saat itu pihak BPN Mubar, pak Karia, pak Egi, pak Yosep dan satu temannya melakukan pengukuran tanah, yang saat itu juga disaksikan langsung oleh Kapolsek Napano Kusambi (pak Hasan). Nah, setelah selesai dilakukan pengukuran lanjut La Buni, sekitar kurang lebih satu bulan, Kami bertandan ke kantor BPN Mubar untuk mempertanyakan hasil pengukuran tanah tersebut. Apakah sudah jadi atau bagaimana, akan tetapi pak Karia malah mempertanyakan kepada pak Egi, dengan dalil, pak Egi lah yang tahu-menahu soal pengukuran tanah tersebut, berhubung pak Egi saat itu tidak ada ditempat, lalu saya menelpon pak Egi, namun pak Egi bilang tidak tahu-menahu lagi hal itu. Katanya tugas saya sudah selesai pak, saya hanya staf biasa dan cuma mengadakan pengukuran atas permintaan kepala seksinya (pak Karia),” jelas La Buni, Rabu, 30 Maret 2022

“Kata Egi sebenarnya yang memberikan kekuatan atas hasil pengukuran tersebut adalah pak Karia sendiri, karena pak Karia itu adalah Kepala Seksi Pengukuran BPN Mubar, yang saat itu hadir sama-sama melakukan pengukuran,” lanjut La Buni meniru ungkapan pak Egi.

Berjalannya waktu, La Buni lanjut bertanya lagi sama pak Karia, kapan kira-kira Sertifikat Pembaharuan bisa terbit, namun kata pak Karia yang penting biaya administrasi sudah dibayar dan sertifikat akan segera keluar, sembari mengarahkan kepadanya agar segera membayar biaya administrasinya sebesar kurang lebih Rp2,5 juta (dibulatkan) dengan alasan untuk biaya pengurusan, antara lain, untuk biaya rekening koran, biaya pengukuran, biaya kepolisian, dan penerbitan sertifikat.

“Setelah kami kasih Rp2,5, ternyata dia tidak mau ambil uang tersebut, pak Karia ini hanya mengambil sekitar Rp600 ribu, terus kami bertanya lagi, kenapa tidak diambil semua uang permintaannya (Rp2,5 juta), pak Karia langsung bilang kami takut untuk di mediakan, lalu saya bertanya lagi, kalau sudah sesuai prosedur kenapa mesti takut untuk dimediakan, kan sesuai prosedur permintaan kantor?, namun pak Karia ini diam-diam saja, lalu saya bertanya lagi, kapan kira-kira jadi atau keluar Pembaharuan Sertifikat? lalu pak Karia bilang diperkirakan 10 hari tuntas usai buka kantor, karena saat itu, satu minggu lagi Idul Fitri,” beber La Buni.

“Jadi saya menunggu janji pak Karia itu, yang hingga saat ini belum jelas atas janjinya itu,” lanjutnya.

Terkait hal ini, La Buni meminta kepada Kepala BPN Mubar dan Kanwil Sultra agar mengevaluasi kinerja BP karena p sangat pelayananya dinilai lamban dan terkesan berbelit-belit.

“Masa dari tahun 2020 sampai tahuan 2022 belum terbit Sertifikat?, Padahal semua permintaan BPN kita sudah penuhi. Ada apa sebenarnya dengan BPN Mubar,” kesal La Buni.

“Akan tetapi kami berharap BPN Mubar masih punya hati nurani memikirkan kami masyarakat kecil ini, masyarakat awam ini guna mencari apa yang menjadi hak-hak kami dengan segera menerbitkan sertifikat pembaharuan permintaan kami. Apanya sih sebenarnya yang dipermasalahkan BPN Mubar ini,? Kan tinggal mengikut saja ke Sertifikat lama,” sambungnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Mubar, Muhammad Jakaria mengatakan bahwa dalam melayani masyarakat pihaknya tidak membeda- bedakan antara warga satu dengan lainnya.

“Kami melayani warga tanpa ada perbedaan. Kami melayani warga dengan baik dan sesuai prosedur atau SOP yang ada pada umumnya,” ujarnya.

“Terkait jumlah pembayaran saja itu, ada semua di loket. Persyaratan semua sudah di sediakan di loket. Semua pelayanan disini secara transparan. Tidak ada yang disembunyikan, baik biaya, maupun prosedur persyaratan. Semua ditempel di loket. Olehnya itu, jika ada warga yang berurusan lewat orang atau oknum, itu diluar pengetahuan kami,” lanjutnya.

Untuk diketuai ungkap Jakaria, sebenarnya jika ada sertifikat yang terbakar, itu dianggap hilang. jadi prosesnya dia itu lewat sertifikat hilang.

“Memang saya dengar Polemik yang ada di Desa Latawe, Kecamatan Napano Kusambi, cuma belum masuk permohonannya ke Kami. Dan sebenarnya harus melaporkan ke Kami, agar digantikan blangko yang baru guna proses lebih lanjut,” terangnya.

Jika ada warga yang terbakar Sertifikat tanah miliknya lanjut Jakaria, kiranya segera melaporkan kepada Kami agar diproses. Namun sebelum melaporkan kepada kami terlebih dahulu warga melaporkan ke pihak berwenang dalam hal ini kepolisian setempat untuk dibuatkan surat keterangan hilang.

Ditanya berapa lama diproses bagi sertifikat hilang atau terbakar, Jakaria mengatakan, prosesnya cepat. Hanya saja kadang lambat diumumkan di Media.

Editor: Husain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *