Diduga Ada Mafia Tanah dalam Polemik Tapal Batas antara Desa Landipo dan Lapuko

PENASULTRA.COM, KONSEL – Carut marut tapal batas yang diduga dilakukan oknum tak bertanggung jawab yang terlibat sebagai mafia tanah belum menemukan titik terang.

Masyarakat Desa Landipo, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) berupaya mencari keadilan dengan melalui Rapat Dengar Pendapat yang dipimpin langsung Ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo pada Senin, 25 April 2022.

Ketua Aliansi Masyarakat Menggugat untuk Keadilan (Ammuk), Yusdianto membeberkan sejumlah kejanggalan tapal batas tanah antara Desa Landipo dan Lapuko.

Berawal, masyarakat Landipo mendadak kaget dengan terbitnya sertifikat siluman yang penuh kejanggalan.

Yusdianto sapaan akrabnya Benggele mengatakan, sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa Landipo diprotes warga karena dilokasi itu ada lahan bakau yang diolah warga.

Padahal, 2016 silam Kepala Desa sempat tidak menyetujui adanya penerbitan Sertifikat karena alasan adanya mangrove.

“Ya kita maklum, tapi kenapa di tahun 2022 tiba-tiba muncul Sertifikat, ada apa? Saya menganggap bahwa disini telah terjadi mafia administrasi,” tegasnya.

Satu persatu persatu kejahatan mulai terungkap, bagaimana tidak, sembari berjalannya permasalahan sertifikat yang dipersoalkan,kali ini muncul permasalahan baru tentang pemetaan peta tapal batas antara Desa Landipo dan Lapuko versi Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Jelas-jelas BPN tidak berhak menentukan tapal batas karena dengan adanya data sungai raya di Landipo ini lahirlah pemetaan 2019 Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Ada apa tapal batas dipaksakan pindah, saksi kunci masih hidup semua akan hadir di pengadilan,” tanya Benggele dengan nada lantang.

Kata Benggele, dengan adanya pemindahan tapal batas dia menduga sebagai pola untuk menutupi tindak pidana pasal penggelapan atau pasal pemalsuan data yang dilakukan secara berjamaah.

“Mereka para oknum ini jelas sekali terseret pasal 55 tentang sekelompok orang yang bermufakat melakukan kejahatan,” katanya.

Lebih lanjutnya, masyarakat Landipo adalah pemilik hak kedaulatan tidak ada yang bisa intervensi.

“Saya bersumpah Landipo ini lautan merah jika sampai Bupati pindahkan ini tapal batas,” ujarnya.

Benggele menerangkan, jika mereka mengganggap masyarakat Landipo dan Lapuko seakan-akan berseteru masalah tapal batas.

“Demi Allah tidak! Landipo lawannya oknum pejabat, yang diduga didalamnya ada camat dan  lurah. Mudah-mudahan tidak ada anggota DPRD terlibat,” bebernya.

Dikatakannya lagi, jika para oknum memaksakan pemindahan tapal batas karena ditanah Landipo terbit sertifikat yang beralamat Lapuko.

“Karena mereka berupaya memindahkan tapal Batas,” urainya.

Lebih ditegaskan Benggele, masyarakat Landipo ini hanya memperjuangkan kembalikan tapal batas.

“Persoalan didalam ada sertifikat itu urusan lain, yang jelas kembalikan tapal batas,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo, mengaku sudah mendengarkan pernyataan dari 27 orang didalam RDP.

Meski demikian, Irham belum bisa mengambil kesimpulan karena akan disimpulkan hasilnya bersama dikantor.

“Kami akan diskusikan dikantor, dan setelah itu hasilnya kami akan berikan,” jelasnya.

Irham berharap jika persoalan ini dapat diselesaikan bersama dan ada kejujuran diantara mereka.

“Jika persoalan ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan maka akan dibawah ke ranah hukum, kalau di ranah hukum lain lagi ceritanya,” katanya.

Editor: Husain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *