Dinilai Langgar Sejumlah Kontrak Karya, PT Vale Diminta Segera Angkat Kaki dari Sultra

Pena Kendari398 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Setelah 46 (empat puluh enam) tahun kehadiran PT Vale Indonesia Tbk di Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga saat Ini belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara. Bahkan, selama 46 tahun tersebut masyarakat dan pemerintah setempat ibaratnya hanya dijadikan sebagai penjaga kebun milik perusahaan asing ini, sementara sebelum berakhirnya Kontrak Karya pada tahun 2009 PT Vale Indonesia Tbk telah berjanji akan mendirikan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel di blok Pomalaa Sulawesi Tenggara.

Hal itu termuat dalam Kontrak Karya pasal 3 poin 1 huruf b pada modifikasi Kontrak Karya, dijelaskan bahwa perusahaan tersebut akan membangun pabrik produksi dengan kapasitas produksi mencapai hingga 35-45 Juta pon salah satunya di blok Pomalaa Sulawesi Tenggara dan yang lainnya di Bahodopi yang masing-masing memerlukan Investasi US$ 500 000.000, dan pabrik di Pomalaa Sulawesi Tenggara akan mulai beroperasi menjelang tahun 2005, namun kenyataan pahit masyarakat Sulawesi Tenggara hanya menjadi korban pembohongan publik saja.

“Belum puas dengan semua itu perusahaan pemilik modal Asing tersebut kembali memperpanjang Kontrak Karyanya hingga tahun 2015 bahkan hingga 2045 padahal begitu banyak pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT Vale Indonesia Tbk baik pengkhianatan terhadap Kontrak Karya, pelanggaran etika serta kejahatan hukum”, kata Ahmad Faisal selaku ketua Forum Masyarakat Tambang (Format) Sultra.

PT Vale Indonesia Tbk tidak merealisasikan program-program inti pembangunan daerah antara lain membangun jalan proyek setempat, mengadakan pra studi kelayakan untuk tujuan menentukan dan mengkualifikasikan potensi pembangkit listrik tenaga air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulawesi Tenggara, pelayanan jasa setempat, program bantuan pendidikan, kesehatan, pertanian kepada masyarakat Sulawesi Tenggara yang keseluruhan perencanaan pembangunan bertahap tersebut di perkirakan sebesar US$ 3.000.000, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 poin 4 modifikasi dan perpanjangan Kontrak Karya. Namun hingga hari Ini sama sekali tidak ada realitasnya atau nol besar.

PT Vale Indonesia Tbk telah melakukan pelanggaran terhadap Kontrak Karya dengan melakukan Cooperative Nerources Agreement (CRA) atau kerja sama dengan pihak PT Antam Tbk pada tahun 2005 hingga 2008 untuk menyuplai bijih nikel kadar tinggi bagi kebutuhan pabrik PT Antam Tbk di Pomalaa Sulawesi Tenggara kurang lebih 3 juta ton, padahal kerja sama tersebut sama sekali tidak tertuang dalam perjanjian Kontrak Karya.

Lagi-lagi, PT Vale Indonesia Tbk kembali menyakiti perasaan dan mengkhianati masyarakat Sulawesi Tenggara dengan melakukan renegosiasi/perpanjangan Kontrak Karyanya hingga tahun 2045 tanpa melibatkan masyarakat Sulawesi Tenggara. Dalam proses tersebut, PT Vale Indonesia Tbk terindikasi telah melakukan gratifikasi dan transaksional untuk memuluskan rencana kejahatannya bahkan akal-akalan terhadap oknum pejabat pelaksana Menteri ESDM yang diduga ikut serta dalam menandatangani amandemen/perpanjangan kontraknya hingga 2045 yang dilakukan sehari sebelum berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) SBY-Budiyono Jilid II.

Padahal, pernyataan SBY saat itu menegaskan bahwa dalam masa waktu 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya pemerintahannya tidak lagi mengeluarkan atau membuat kebijakan yang bersifat prinsip, bahkan tanpa melibatkan sedikitpun Sulawesi Tenggara untuk menyampaikan kepentingan daerahnya serta keluhan-keluhan yang dialami langsung daerah, dampak serta sejuta pelanggaran yang dilakukan PT Vale.

“Lagi-lagi belum merasa puas dengan penjajahan gaya barunya PT Vale Indonesia Tbk telah menelantarkan sekitar 35.486,85 hektar hasil jajahannya”, ungkap Ahmad Faisal kesal.

Lebih lanjut Faisal menyatakan bahwa blok tersebut tetap dipertahankan dan ditelantarkan padahal persentase komisaris dan manajemen PT Vale Indonesia Tbk dan hasil studi kelayakan PT Vale Indonesia Tbk pada tahun 2008 menegaskan bahwa blok konsesi di Sulawesi Tenggara sama sekali tidak layak untuk didirikan pabrik pengolahan dan pemurnian, namun kenyataannya blok konsesi tersebut tetap dipertahankan.

“Sehingga kami pastikan bahwa lahan luas tersebut hanya dijadikan sebagai jualan bergaining PT Vale Indonesia Tbk terhadap publik internasional, karena PT Vale Indonesia Tbk tidak mau melepaskan lahan tersebut dan mengembalikan kepada negara sehingga daerah Sulawesi Tenggara dapat memanfaatkannya untuk kepentingan lain demi kesejahteraan masyarakat dan percepatan pembangunan Sulawesi Tenggara”, bebernya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ikatan Mahasiswa Teknik Pertambangan Sulawesi Tenggara (IMTPS), Arifandi Juliawan. Menurut Arifandi, PT Vale Indonesia Tbk juga telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dengan melakukan aktivitas penambangan dalam kawasan Hutan Lindung seluas 70 Hektar tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan RI.

“PT Vale Indonesia Tbk di Sulawesi Tenggara saat ini ibaratnya seperti makelar bahkan terkesan seperti perusahaan lokal yang menentang izin usahanya untuk dikerjasamakan dengan Investor lain, padahal sebagai perusahaan go publik seharusnya sadar bilamana keterbatasan kemampuan sebaiknya lahan tersebut diserahkan secara fair kepada pemerintah, bukan bertopeng makelar berlabel professional dan sekedar menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai jualan untuk menarik pembelian sahamnya di pasar saham nasional dan Internasional”, beber Arifandi.

“PT Vale Indonesia Tbk terkesan memperlihatkan ketidakseriusan dan ketidakpeduliannya karena tidak menindaklanjuti bahkan hanya mengulur-ulur waktu yang membuat kami menganggap bahwa hal tersebut adalah kebohongan yang luar biasa besar dan haram untuk diakomodasi lagi”, tegasnya.

Terkait adanya sejumlah kebohongan dan kejahatan yang dilakukan oleh PT Vale Indonesia Tbk, maka Forum Masyarakat Tambang Sulawesi Tenggara (FORMAT SULTRA) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak PT Vale Indonesia Tbk, segera angkat kaki dari Jazirah Sulawesi Tenggara saat ini juga dan menghentikan setiap kegiatan operasinya dan menghentikan upaya-upaya mencari nama baik terhadap daerah Sulawesi Tenggara yang sebelumnya tidak dipandang secara arogan.
  2. Mendesak Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo dan Kementerian ESDM saat ini untuk mencabut/mengakhiri Kontrak Karya PT Vale Indonesia Tbk yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran kontrak karya, pelanggaran hukum dan terindikasi bermuatan gratifikasi atau transaksional pada perpanjangan kontrak karya 2045 sehingga rakyat indonesia khususnya masyarakat Sulawesi Tenggara sebagai penjaga kebun saja dan tergadai hingga tahun 2045.
  3. Mendesak Gubernur Sulawesi Tenggara dengan tegas melakukan tindakannya untuk menghentikan kegiatan operasi, tidak memberikan legalitas baik formal maupun non formal sebagai bentuk ketersinggungan masyarakat Sulawesi Tenggara kepada PT Vale Indonesia Tbk yang telah mengkhianati dan menyakiti perasaan masyarakat Sulawesi Tenggara dan termasuk tidak melibatkan pemerintah otonomi Sulawesi Tenggara dalam renegosiasi/perpanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia Tbk hingga tahun 2045.
  4. Mendesak seluruh Perwakilan Rakyat DPR-RI, DPD RI dan DPRD Provinsi Sultra, agar melakukan dengar pendapat dan menindak tegas arogansi bahkan mosi tidak percaya terhadap pt. vale indonesia tbk yang dengan sengaja melanggar kontrak karya dan tidak melibatkan sulawesi tenggara sebagai bagian dari integral negara yang merasakan langsung dampak pada renegosiasi perpanjangan kontrak karya hingga tahun 2045 yang dimana sejuta kebohongan dan harapan besar masyarakat sulawesi tenggara telah tergadaikan.

Sebelumnya, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan RDPU di depan Panja Vale Komisi VII DPR RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis, 8 September 2022 lalu, 3 Gubernur di Sulawesi menolak perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Vale Indonesia Tbk yang sudah direklamasi perusahaan di Blok Sorowako, Luwu Timur.

Ketiga gubernur tersebut adalah Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi dan Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura.

Hingga berita ini ditayangkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi ke pihak PT Vale Indonesia.

Editor: Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *