Ditantang Cabut 11 IUP Tumpang Tindih, Pj Gubernur Sultra Beber Hal Ini

PENASULTRA.COM, KENDARI – Desakan anggota Komisi III DPRD Sultra, La Ode Mutanafas yang menantang Pj Gubernur Sultra, Teguh Setyabudi untuk segera melakukan pencabutan 11 izin usaha pertambangan (IUP) tumpang tindih di atas wilayah konsesi PT Aneka Tambang (Antam) di Kabupaten Konawe Utara, akhirnya mendapat jawaban.

Pj Gubernur Sultra Teguh Setyabudi melalui Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra, Andi Makkawaru mengatakan, pihaknya selama ini telah tegas bertindak dalam menertibkan IUP bermasalah.

Buktinya, kata dia, dari 33 IUP yang awalnya berdiri di atas wilayah konsesi PT. Antam seluas 16.920 Hektare, kini tersisa 11 IUP saja. 22 IUP lainnya tidak lagi diberi perpanjangan izin.

“Untuk penambangan yang dilakukan 11 pemilik IUP di atas PT. Antam oleh dinas ESDM sudah jelas tidak akan dilayani baik kepala tekniknya, RKAB dan penjualannya. Jadi tidak akan berproses dan tidak bisa keluar karena hasil Korsup KPK yang tidak CnC akan diblokir administrasinya,” tegas Makkawaru, Senin, 7 Mei 2018.

Langkah tegas Pemprov Sultra tersebut baru dilakukan pasca pemberlakukan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang meniadakan kewenangan kabupaten/kota. Terkait sektor ESDM, kata Makkawaru, berlaku nanti Oktober 2014.

“Implementasinya selama dua tahun. Otomatis nanti Januari 2017 baru sepenuhnya meniadakan kewenangan bupati,” terang pengganti Burhanuddin itu.

Suasana rapat dengar pendapat di DPRD Sultra membahas sejumlah polemik pertambangan yang ada di Konawe dan Konawe Utara. FOTO: Mochammad Irwan

PT. Antam Tidak Tenang Nambang, Pemprov Sultra Bimbang

Meski PT. Antam telah mengantongi amar putusan MA Nomor 225.K/TUN/2014 tanggal 17 Juli 2014, namun perusahaan plat merah tersebut belum sepenuhnya tenang menambang. Pemprov Sultra juga masih terlihat bimbang.

Bagaimana tidak, muncul keraguan untuk siapa sesungguhnya pihak berkompeten menjalankan keputusan MA yang memerintahkan pencabutan 11 IUP produk Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman kala aktif menjabat.

“Karena UU 23/2014 semua IUP yang PMA dan BUMN terbuka dianggap ada saham asing di dalamnya. Maka dari itu diserahkan kepada menteri,” ungkap Makkawaru.

Tak ingin berpolemik panjang, beber Makkawaru, maka diadakanlah pertemuan di Jakarta yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemprov Sultra dan PT. Antam.

Dari pertemuan tersebut lahir tiga kesepakatan. Pertama, PT Antam ditarik masuk di bawah koordinasi langsung Kementerian berdasarkan UU 23/2014 lampiran halaman 125.

Kedua, Pemprov akan mencabut pengumuman CnC dan pembatalan sertifikat CnC IUP yang tumpang tindih dengan PT Antam berdasarkan amar putusan MA Nomor 225.K/TUN/2014. Terakhir, Pemprov mencabut IUP yang tumpang tindih dengan PT Antam.

“Point 1 dan 2 sudah dijalankan. Point 3, Antam diminta oleh keputusan rapat mengumumkan di koran dan meminta pengadilan TUN untuk mengeksekusi keputusannya sesuai isi amar putusan MA 225.K,” papar mantan Kepala Bidang Minerba dan Batubara ESDM Sultra itu.

Andi Makkawaru

Belakangan, 11 pemilik IUP mengadu ke gubernur dan meminta kepada gubernur Nur Alam saat itu untuk dimediasi. Tetapi, langkah damai yang ditawarkan baru ditindaklanjuti oleh Plt Gubernur Sultra, Saleh Lasata lantaran Nur Alam ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Januari 2017 mediasi ini berjalan. Rapat yang dihadiri oleh unsur kepolisian, kejaksaan, kehutanan, perhubungan, lingkungan hidup, ESDM serta 11 pemilik IUP akhirnya melahirkan sejumlah opsi. Di antaranya, menghentikan segala aktivitas penambangan di 11 IUP, memediasi tuntutan pemilik 11 IUP ke PT Antam dan akan ada pertemuan lebih lanjut setelah pertemuan dengan PT Antam.

Empat Pemilik IUP Melawan

Dalam perjalanan proses mediasi, Pemerintah Pusat mengeluarkan CnC untuk PT Antam per 2018. Melihat kondisi itu, empat dari 11 pemilik IUP pun langsung melakukan langkah hukum dengan menggugat Dirjen Minerba, gubernur Sultra dan Kadis ESDM Sultra.

“Saat ini telah menjadi domain hukum. Maka point 3 tidak kami laksanakan karena sudah masuk ranah hukum,” ucap Makkawaru.

Atas hal itu, Makkawaru meminta kepada pihak PT. Antam agar menjaga asetnya sebagaimana keputusan MA yang sudah berkekuatan hukum. Silahkan beraktivitas.

“Analoginya seperti BPN. Setelah mengeluarkan sertifikat, jika ada pertentangan terkait pemilik hak atas tanahnya silahkan ke pengadilan dan dijaga oleh yang punya tanah. Tidak lagi pegawai BPN yang menjaga tanah bersertifikat tersebut. Demikian pula PT Antam. Masa dinas ESDM yang mau menjaga lahannya,” imbuh dia.

Ia menegaskan, dalam waktu dekat Pj Gubernur Sultra Teguh Setyabudi akan melakukan penataan IUP diluar dari yang sedang berproses hukum.

“In syaa allah barang ini akan ada ujungnya. Jadi, ndak usah Pj gubernur ditantang,” tekan Andi Makkawaru.

Andil Besar Aswad Sulaiman dalam Penerbitan IUP

Sebelumnya, di atas lahan PT. Antam seluas 16.920 Hektare, berdiri 33 IUP yang kesemuanya diterbitkan oleh mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman pasca mencabut SK Pj bupati Konut Nomor 158 tahun 2010 tentang pemberian IUP operasi produksi kepada PT. Antam di Kecamatan Molawe.

Usai pemberlakukan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, 33 IUP tersebut pun ditertibkan. Yang ada tinggal 13 IUP.

Data awal 13 IUP yang tumpang tindih di wilayah konsesi PT. Antam. FOTO: ESDM Sultra

Mereka adalah, CV. Ana Konawe, CV. Yulan Pratama, CV. Malibu, PT. Andhikara Cipta Mulia, PT. Avry Raya, PT. Hafar Indotech, PT. James, Armando Pundimad, PT. Karya Murni Sejati 27, PT. Mughni Energi Bumi, PT. Rizqi Cahaya Makmur, PT. Sangia Perkasa Raya, PT. Sriwijaya Raya dan PT Wanagon Anoa Indonesia 3.

“Untuk PT. Andhikara Cipta Mulia lahannya mengalami penciutan. Sedang CV. Yulan Pratama, izinnya berakhir di 2015 lalu. Tak diperpanjang lagi. Jadi sudah clear,” ungkap Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, Muhammad Hasbullah Idris, Selasa 8 Mei 2018.

Dengan pemberlakuan UU Minerba yang baru ditambah dengan pemberian status CnC kepada PT. Antam, empat dari sisa 11 IUP bermasalah itu lantas menggugat pemerintah. Dirjen, gubernur dan Kadis ESDM menjadi terlapor.

“Kalau yang murni menggugat Pemprov Sultra itu baru PT. Hafar. PT Karya Murni Sejati, PT James, PT Armando Pundimas dan PT Hafar gugat Dirjen. Jadi PT Hafar dua tempat menggugat,” ungkap Hasbullah.

Selama proses hukum berjalan, Pemprov Sultra melalui Dinas ESDM memastikan seluruh pengajuan administrasi ke 11 IUP tersebut tidak akan dilayani.

Bulan Juni 2018 mendatang merupakan fase krusial. Sebab, diperkirakan putusan hakim pengadilan bakal diumumkan. Artinya, kalau keputusan pengadilan menerima gugatan empat IUP yang menggugat pemerintah, maka CnC PT. Antam bisa jadi dibatalkan. Namun, jika putusan tersebut tak berpihak kepada pemilik IUP, maka final bagi PT. Antam sebagai pemilik lahan tunggal. Menarik untuk ditunggu.(a)

Penulis: Mochammad Irwan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *