PENASULTRA.COM, BOMBANA – Limbah PT. Timah yang diduga mencemari lautan sekitaran lingkungan Dusun II, Desa Baliara Selatan, Kecamatan Kabaena Barat Kabupaten Bombana, Sulawesi tenggara (Sultra) ternyata menyimpan kisah tragis.
Juni 2017 lalu, dua anak balita di dusun tersebut meninggal dunia karena tercebur ke dalam air laut berwarna kuning bercampur lumpur. Kedua anak itu yakni Naila (3) dan Awal (4).
Salah seorang orang tua korban, Nurtang (26) mengatakan, kematian anak bungsunya (Naila) sangatlah tidak terduga.
Awalnya, anaknya bermain di luar rumah, tak lama kemudian suara Naila tak lagi terdengar oleh orang tuanya. Empat jam kemudian, Naila dan Awal terlihat mengapung di atas lautan yang telah tercemar tersebut.
“Saya panik dan langsung keluar cari dan memanggil. Semua tetangga mencari di dalam air laut dan sekitar rumah. Sekitar empat jam dicari dan akhirnya dengan tidak percaya saya lihat anak saya mengapung dan tak bernyawa lagi,” katanya dengan derai air mata, Senin 26 November 2018.
Menurut ibu tiga anak tersebut, hingga saat ini ia mengaku tak pernah menerima santunan dalam bentuk apapun dari pihak perusahaan.
Kepala Dusun II, Desa Baliara Selatan, Suriadi yang juga tetangga Nurtang mengatakan, saat kejadian tersebut, ia melihat Naila jatuh di laut dan kakinya tertancap di lumpur yang tebalnya 50 cm dari dasar laut yang kedalamannya sekitar 80 cm.
“Ditambah lagi warna air yang kuning sehingga pencarian korban agak kesulitan, nanti air laut mulai naik dan digoyang oleh ombak akhirnya kaki korban terlepas dari isapan lumpur,” bebernya.
Ia menambahkan, seharusnya pihak PT. Timah bertanggung jawab atas kejadian yang menimpah kedua anak tesebut. Apalagi, kondisi kesehatan orang tua Naila yang selalu sakit-sakitan karena mengingat anaknya.
“Karena itu lumpur asalnya dari daerah tambang tempat mereka, meskipun kami tau bahwa itu sudah ajal tapi kejadian itu kan ada sebab akibatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Administrasi Keuangan PT. Timah, Andi Ahmat mengatakan, pihaknya telah mengetahui kejadian meninggalnya dua anak tersebut.
Katanya, tudingan dari orang tua korban tidaklah benar. Sebab, setahu dia kejadian itu terjadi pada tiga tahun lalu dan bukan karena limbah dari perusahaan.
“Kejadian itu sudah lama yaitu 2015 lalu. Korban itu memang jatuh di laut saat air laut pasang atau naik, kalau yang ribut ribut itu (Suriadi) sebenarnya karna cemburu tidak diterima masuk kerja saat masukan lamaran beberapa waktu lalu,” jelasnya.
Lelaki berkulit putih itu membeberkan, kedua orang tua korban tersebut telah menerima uang dari perusahaan meskipun nilainya sedikit.
“Belum lama sudah diberikan tanda belasungkawa sebesar Rp1 juta dari perusahaan,” tuturnya.(b)
Penulis: Zulkarnain
Editor: Yeni Marinda