PENASULTRA.COM, KONUT – Gabungan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kabupaten Konawe Utara (Konut) kembali melakukan aksi yang kedua terkait dugaan lahan tambang yang saat ini masih menjadi sengketa antara 11 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan PT Aneka Tambang (Antam) Site Konut.
Dimana, PT Antam diduga dijadikan sebagai alat untuk melakukan praktek penambangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pantauan awak media ini gabungan LSM Konut tersebut melakukan aksi damai dengan mendatangi Polres Konut dan kantor DPRD Konut pada hari Kamis 23 Desember 2021.
Di Kantor Polres Konut Gabungan LSM Konut diterima oleh Kasat Reskrim Polres Konut IPTU Rachmat Zamzam.
Dalam orasinya Agus Darmawan Ketua Forum Kajian Masyarakat Hukum dan Lingkungan (Forkam HL-Sultra) mengatakan, kasus 11 IUP dan PT Antam belum memiliki kekuatan hukum tetap untuk adanya aktivitas pertambangan di wilayah Blok Mandiodo.
“Putusan MA 225 tak dapat dijadikan dalih untuk melaksanakan kegiatan penambangan oleh perusahaan yang sedang bersengketa, dengan adanya sidik dan lidik Mabes Polri atas sengketa tersebut menjadi bukti bahwa proses hukum atas sengketa masih berjalan,” kata Agus.
Ditempat yang sama Ketua Koalisi Rakyat Untuk Keadilan (Kraken) Konut, Ismail menduga hal aneh yang dipertontonkan PT Antam terhadap aktifitas tambang blok Mandiodo saat ini diduga Antam memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada perusahaan lain yaitu PT Lawu Agung Maining (LAM) dan PT Trimega Pasific Indonesia (TPI) yang menambang dilokasi IPPKH PT KMS 27 adalah sejarah hitam Antam di bumi Konawe Utara.
“Sehingga PT Antam tidak lagi mencerminkan sebagai perusahaan milik negara namun terkesan PT Antam telah membuat kecurangan penambangan di Konawe Utara,” jelasnya.
Sementara itu, ketua Forum Pemuda Konawe Utara (FPKU), Sulaiman Alpamba menambahkan bahwa bukan saja menambang tanpa izin, tapi PT Antam diduga kuat berkonspirasi menghilangkan alat bukti proses penyidikan dan penyelidikan yang di lakukan Mabes Polri dengan melakukan pengangkutan dan penjualan ore nikel yang berasal dari wilayah 11 IUP dan diduga telah menjual kurang lebih 17 sampai 28 tongkang atas perbuatan tersebut.
“Ini siapa yang bisa bertanggungjawab?Pengangkutan dan penjualan ore nikel dan penambangan di IPPKH PT KMS 27 bukan hanya merugikan negara tapi beberapa institusi diduga terlibat seperti PT LAM, PT TPI serta Syahbandar atas keluarnya Surat Izin Berlayar (SIB) atas aktifitas yang dilakukan PT Antam tersebut harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan berkeadilan,” bebernya.
Atas hal tersebut diatas gabungan Koalisi LSM Kompak Konut mendesak Menteri BUMN untuk mencopot Dirut PT Antam, mendesak PT Antam untuk menghentikan segala aktivitas diwilayah 11 IUP, mendesak PT Antam untuk mempertanggung jawabkan ilegal maining di lokasi IPPKH PT KMS 27, mendesak Kemenhub RI untuk mencopot dengan tidak hormat kepala Syahbandar UPP Kelas III Molawe atas dugaan berkonspirasi untuk melegalkan proses pengangkutan dan penjual ore yang dilakukan oleh PT Antam.
Selanjutnya mereka juga mendesak kepala Syahbandar Molawe untuk memberikan dokumen SIB aktifitas pengiriman ore nikel diwilayah 11 IUP dari September – saat ini sebagai wujud pengamalan UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, mendesak Polres Konut untuk memeriksa direktur PT Antam, kepala Syahbandar Molawe serta perusahaan yang diduga melakukan praktek jual beli dokumen, mendesak Polres Konut menghentikan aktivitas dilokasi tumpang tindih antara PT Antam dan 11 IUP, mendesak DPRD Konut untuk segera memanggil kepala Syahbandar Molawe, Dirut PT Antam, Dirut PT 11 IUP yang bersengketa, Dispenda, Dishub, KPHP Laiwoi Utara, dan DLH Konut untuk melakukan RDP.
Untuk diketahui aksi tersebut mendapat respon dari pihak Sekretariat DPRD Konut, kemudian akan ditindaklanjuti dan jadwalkan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Penulis: Tim Redaksi