Iskindo Berkomitmen Turut Andil dalam Isu Perubahan Iklim dan Bencana

PENASULTRA.COM, KENDARI – Dalam pelaksanaan Rapat Kerja Nasional ke-2 di Kota Kendari, 30 sampai dengan 31 Maret 2018, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menyatakan komitmennya untuk turut andil dalam masalah perubahan iklim dan bencana.

Komitmen itu tertuang di antara poin-poin program kerja yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut.

Subhan Usman, pengurus Iskindo bidang Mitigasi, Adaptasi terhadap Perubahan Iklim dan Bencana Iskindo menjelaskan, ada enam program kerja yang hasilkan oleh bidangnya dalam kegiatan yang dilangsungkan di Swiss-belHotel Kendari tersebut.

Keenam program tersebut terkait satu topik, yaitu perhatian kepada ekosistem dan masyarakat pesisir serta pulau-pulau kecil terkait perubahan iklim dan bencana.

“Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sangat rentan terdampak oleh perubahan iklim. Sementara, sampai sejauh ini inisiatif pengurangan risiko terhadap dampak perubahan iklim untuk masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia masih sangat sedikit. Jadi keterlibatan semua pihak dalam masalah ini masih sangat diperlukan,” kata Subhan.

Subhan lebih lanjut memaparkan bahwa bidangnya di antaranya akan melakukan edukasi sadar risiko bencana dan dampak perubahan iklim kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Selain itu, bidang kepengurusan yang diketuai oleh Dr. Sakdullah, alumnus Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro yang juga staf pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, itu berencana untuk melakukan pendokumentasian terhadap kearifan lokal masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam pengurangan risiko bencana.

“Kita mesti kaya dengan kearifan lokal terkait pengurangan risiko bencana. Mungkin yang paling dikenal adalah kearifan lokal masyarakat Pulau Nias. Saat terjadi tsunami dulu, berkat hidupnya kearifan lokal, korban di sana sangat kecil. Kearifan lokal seperti itu mesti didokumentasikan, sejalan dengan pendidikan mengenai masalah perubahan iklim,” jelas Sakdullah.

Mengenai masalah perubahan iklim dan bencana, saat dikonfirmasi, ketua harian DPP Iskindo Mohammad Abdi Suhufan menjelaskan bahwa komitmen organisasinya tidak hanya terwujud melalui penyusunan program kerja, tapi sudah dimulai dengan pembentukan bidang kepengurusan khusus mengenai topik itu.

“Upaya kami dimulai dengan membentuk bidang kepengurusan khusus untuk isu perubahan iklim dan bencana. Ya, bidang Mitigasi, Adaptasi terhadap Perubahan Iklim dan Bencana,” katanya.

“Pembentukan bidang-bidang kepengurusan Iskindo, selain berdasar hasil pembacaan terhadap isu terkait internal organisasi, juga berdasar pengamatan terhadap isu-isu eksternal yang sifatnya strategis. Jadi Iskindo akan melakukan apa, sudah cukup dapat dilihat dari bidang-bidang kepengurusan yang ada,” imbuhnya.

Belum Tercantum dalam NDC

Subhan, dalam penjelasannya lebih lanjut mengatakan bahwa isu perubahan iklim belum menjadi bagian dari pemahaman masyarakat umum di Indonesia.

Kegiatan Dialog Maritim di Hotel Swis-bell Kendari 30 Maret 2018, rangkaian kegiatan Rakernas-II Iskindo

Istilah efek rumah kaca misalnya, yang erat hubungannya dengan gejala perubahan iklim, kerap disalahpahami, misalnya dikira sebagai efek yang timbul dari banyaknya bangunan yang berdinding kaca. Hal ini berdasar pengalamannya terlibat dalam inisiatif penanganan dampak perubahan iklim.

Lebih jauh menurut alumnus Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin itu, satu hal dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim di Indonesia adalah masih lemahnya perhatian terhadap sektor pesisir.

Padahal, kata dia, ekosistem pesisir, terutama mangrove, memiliki potensi yang sangat besar untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

“Berbagai hasil penelitian mengungkapkan hutan mangrove mampu menyimpan dan menyerap karbon berkali lipat dari kemampuan hutan tropis,” katanya.

“Sebab itu juga dikenal istilah blue carbon,” tambahnya lagi.

Hal senada dikatakan oleh ketua umum Iskindo M. Zulficar Mochtar. Ia menerangkan bahwa ekosistem pesisir belum masuk dalam skenario National Determined Contribution (NDC) Indonesia.

Hal tersebut menjadi salah satu poin yang ia angkat saat menghadiri konferensi perubahan iklim PBB ke-23 (COP 23) di Bonn, Jerman, November 2017 lalu.

“Sektor pesisir mestinya masuk dalam NDC Indonesia,” tegas Kepala Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan RI itu.(a)

Penulis: La Ode Arfa
Editor: Mochammad Irwan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *