PENASULTRA.COM, KENDARI – Izin operasi terminal khusus (Tersus) atau pelabuhan pengangkutan ore nikel (jeti) milik PT Paramita Persada Tama (PPT) dan PT Manunggal Sarana Surya Pratama (MSSP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terancam dicabut.
Hal itu menyusul adanya temuan dugaan penyimpangan pembangunan lokasi Tersus oleh kedua perusahaan yang beroperasi di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) itu.
Berdasarkan hasil monitoring, evaluasi dan pengukuran kordinat lapangan pada 26 Januari 2019 lalu di lokasi Tersus, tim bentukan Dinas Perhubungan Sultra menemukan keberadaan jeti PT PPT dibangun tidak sesuai dengan titik koordinatnya. Ada pergeseran koordinat yang cukup jauh sekitar 200 hingga 300 meter dari izin yang diberikan Kemenhub.
“Saya turun ambil koordinat bersama Pak Andi (PT Paramita) dilapangan langsung. Setelah turun dia tandatangan, lalu sampai di kantor diolah lagi menggunakan aplikasi. Ternyata setelah dilakukan pengukuran koordinat ada ketidaksesuaian koordinat antara yang ada dalam ketetapan Menteri dengan kenyataan di lapangan. Ada pergeseran,” beber Kepala Bidang Kepelabuhanan, Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rahmat Halik, Selasa 30 April 2019.
Parahnya lagi, kata dia, selain lokasinya bergeser, Tersus PT Paramita itu berada dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Daka Group.
Kemudian untuk Tersus PT MSSP, lanjut Rahmat, pembangunannya sesuai dengan lokasi yang ditetapkan Menteri Perhubungan. Namun, Tersus PT MSSP ini juga berada di atas IUP PT Daka Group yang belakangan diketahui tanpa dibekali dengan perjanjian kesepakatan kedua belah pihak.
“Posisinya (Tersus PT MSSP) benar. Lokasi IUP-nya yang salah. Namun secara khusus yang boleh membahas IUP itu ranahnya ESDM. Tapi lewat koordinat dia (Tersus PT MSSP) berada dalam titik koordinat IUP perusahaan lain,” papar Rahmat.
Dengan adanya temuan ini, kedua perusahaan itu diduga telah melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2017.
“Setiap Tersus yang dioperasikan tahapannya ada. Pertama ada rekomendasi bupati, lalu rekomendasi gubernur, kemudian ada penetapan lokasi oleh Menteri Perhubungan serta ada izin pembangunan dan pengoperasian oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut,” jelas Rahmat.
Dengan dalih yang dikemukakan pihak PT Paramita bahwa Tersus mereka telah dipindahkan dari Tersus awal ke Tersus yang baru, kata Rahmat itu patut dipertanyakan. Sebab, dasar apa sehingga ketetapan Menteri dengan mudah dipindahkan begitu saja.
“Misal IMB disini, dia bagun di tempat lain. Kalau begitu maka akan mengganggu alur pelayaran lain karena setiap koordinat dilengkapi ruang Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp). Ini (ketetapan Menteri) dibatasi dalam penetapan izin pembangunan dan pengoperasiannya. Karena kapan bergeser, yah pasti menggangu alur pelayaran lain,” tekan Rahmat.
Sebagai instansi teknis, Dishub Sultra telah melaporkan temuan ini ke Kementrian Perhubungan. Selanjutnya akan dilakukan evaluasi dan pembinaan terkait fakta-fakta yang ada.
“Jadi, pada prinsipnya tak boleh membangun diluar ketentuan dari Menteri. Ini berarti sewenang-wenang. Bisa saja Menteri mencabut jika tidak sesuai,” tegas Rahmat seraya meminta semua instansi terkait seperti Dinas ESDM Sultra, DLH Sultra serta pihak PT PPT, PT MMSP dan PT Daka Group turun kembali ke lapangan untuk memastikan fakta sebenarnya.(a)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed