PENASULTRA.COM, MUNA – Karakter seseorang terkadang termanifestasikan pada apa yang dikenakan. Hal ini pulalah yang mendasari masyarakat Muna (Mieno Wuna) mengenakan pakaian yang terbuat dari kain tenun khas Wuna (Kamooru).
Ketika anda menelusuri daerah Muna, anda akan mendapatkan satu kampung yang sebagian masyarakatnya menggantungkan kehidupannya dengan menenun (Domooru). Yah, namanya Desa Masalili.
“Menenun bukan semata untuk mencari nilai ekonomis, tapi juga untuk melestarikan nilai-nilai adat,” kata salah seorang penenun di Desa Masalili, Wa Lira, Selasa 29 Januari 2019.
Sementara itu, Wa Ode Kota salah seorang penjahit kain khas tenun Muna mengatakan, umumnya kain tenun dibuat ketika ada orderan saja. Setelah selesai ditenun, kain tersebut selanjutnya dibawa ke tukang jahit untuk dibuat menjadi pakaian.
“Pakaian-pakaian yang kainnya dari tenun ini dibawa oleh para pelanggan yang dibeli dari pengrajin tenun. Saya hanya menjahit sampai menjadi pakaian yang siap dikenakan,” ungkapnya.
Menurut Wa Ode Kota, membuat pakaian dari kain tenun, tiga kali lebih sulit dibanding kain lainnya.
“Tidak sekedar dijahit langsung kainnya, tetapi juga dipasangkan dalamannya agar nyaman dipakai dan memberikan lapisan pada kain, sehingga terlihat elegan,” ujarnya.
Seorang pecinta tenun, Eman mengungkapkan, pakaian dari kain tenun sangat indah dikenakan, terutama pakaian formal.
“Baju yang terbuat dari kain tenun (Kamooru) terasa elegan dan berwibawa ketika dikenakan. Saya senang sekali ketika kenakan pakaian ini ke kantor,” cetus Eman.
Hal senada juga diungkapkan seorang akademisi asal Masalili bernama Rachman. Ia mengatakan, pakaian tenun digemari sebab masyarakat Muna menyadari, dibalik nilai ekonomi, ada kebanggaan tersendiri ketika kearifan lokal tersebut diaktualisasikan.
“Biasanya kain tenun yang dipesan berkisar pada harga Rp200 ribu hingga Rp300 ribu. Ongkos jahitnya pun berkisar seperti itu. Harga bukan pertimbangan utama sebab nilai yang terkandung dibalik pakaian ini menjadikan kita merasa bahagia saat dikenakan,” tutupnya.(b)
Penulis: Luthfi Badiul Oktaviya
Editor: Yeni Marinda