PENASULTRA.COM, KONAWE UTARA – Sudah empat bulan 10 hari sejak dilaporkan di Polres Konawe pada 11 Desember 2017 lalu, laporan AWR alias D, Direktur Utama (Dirut) PT Maddale, masih berkutat di dalam lingkaran yang sama alias jalan di tempat. Belum ada tersangkanya.
Padahal, laporan terkait dugaan pencurian ore nikel yang menyeret nama mantan Direktur PT Pertambangan Bumi Indonesia (PBI) Hendrik itu menarik untuk ditelisik lebih dalam. Pasalnya, puluhan ribu metrik ton ore nikel yang tersimpan di stockpile pelabuhan khusus (Jetty) PT PBI, kok tiba-tiba raib bagai ditelan bumi.
Kasat Reskrim Polres Konawe, Iptu Rachmat Zam Zam yang dihubungi beberapa waktu lalu terkesan belum sepenuhnya yakin bahwa ore yang raib itu milik PT Maddale.
“Itu (laporan) baru pengaduan, butuh penyelidikan. Belum ada terperiksa. Yang melapor belum datang-datang juga sampai sekarang,” kata Iptu Rachmat sembari mengungkapkan bahwa penyidik perlu pembuktian lebih lanjut. Olehnya itu, pelapor masih dibutuhkan keterangannya.
Keterkaitan antara PT Maddale dan PT PBI ini bermula ketika PT Maddale menjalin kerja sama dengan Dirut PT Konut Jaya Utama (KJU) Muhammad Iqbal dalam hal jual beli ore nikel pada September 2013 lalu.
Dalam perjalanannya, PT KJU yang merupakan penerima plotting area (JO) seluas 10 hektare dari CV Unaaha Bakti Persada (UBP) terbentur untuk menjual hasil garapan ore nikel milik PT Maddale lantaran posisi wilayah IUP CV UBP tak memiliki pelabuhan angkut alias Jetty.
Alhasil, Iqbal pun melakukan kontrak kerja sama dengan PT PBI, pemilik Jetty. 61 ribu metrik ton ore nikel yang sudah digarap PT Maddale diangkut ke stockpile PT PBI.
Sayangnya, karena pembeli ore tak kunjung datang dan keburu pemberlakuan larangan ekspor pengiriman oleh pemerintah, akhirnya puluhan ribu metrik ton ore nikel PT Maddale tertahan di stockpile pelabuhan Jetty PT PBI.
Belakangan, 61 ribu metrik ton ore nikel yang sudah digarap PT Maddale tersebut diketahui tersisa tinggal 21.960 metrik ton. Atas laporan Dirut PT Maddale, alat berat dan sebuah tongkang di police line Polres Konawe.
Menindak lanjuti hal tersebut, Plh Direktur PT PBI, Umar yang hendak dikonfirmasi belum lama ini di kantornya di Kendari, tak berada ditempat.
“Pak Umar lagi diluar kota,” ungkap seorang security yang berjaga di pos piket.
Rasa penasaran awak media ini semakin menjadi. Sasaran berikutnya lalu tertuju pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Namun, sesaat sebelum meninggalkan kantor PT PBI, empat orang terlihat tengah terlibat diskusi hangat di ruang tamu di dalam kantor PT PBI. Entah apa yang mereka bicarakan.
Bergeser ke kantor ESDM Sultra, Muhammad Hasbullah Idris, Kabid Minerba yang ditemui di ruang kerjanya mengungkapkan bahwa hingga saat ini ESDM masih mengakui kalau Hendrik lah sebagai Direktur PT PBI. Sebab, pihaknya belum menerima pemberitahuan perihal pergantian direktur PT PBI.
Menurut Hasbullah, pihaknya tetap memantau sepak terjang PT PBI yang beraktivitas di Desa Morombo, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) itu. Sesuai izinnya, perusahaan nikel itu memiliki izin usaha pertambangan (IUP) seluas 5000 hektare dan akan berakhir pada 2029.
“Tapi, PBI belum pernah mengajukan RKAB ke ESDM,” tutur Hasbullah.
RKAB yang dimaksud Hasbullah itu tak lain adalah, rencana kerja anggaran biaya teknik dan lingkungan. RKAB dan kepala teknik tambang (KTT) sangat penting di dalam dunia pertambangan. Keduanya diperlukan sebagai salah satu syarat jika perusahaan tambang hendak melakukan penambangan sekaligus melakukan pengiriman ore nikel ke luar daerah.
Kalau hal ini ditarik benang merahnya dengan dugaan pencurian ore nikel di Jetty PT PBI, maka perkara yang dilaporkan Dirut PT Maddale kian menjadi misteri. Ke mana ore nikel itu raib?
Mengenai dugaan pencurian ore nikel PT Maddale, Hasbullah tak mau berandai-andai. Ia hanya menyerahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian.
“Tinggal dibuktikan siapa yang punya. Banyak yang mengaku ini yang mencuri. Mana buktinya? Siapa yang mencuri, kita tidak tahu. Kalau ore keluar wilayah, Syahbandar pasti tahu lah,” katanya.
Muhammad Irfan, petugas Syahbandar Langara yang dikonfirmasi mengaku kesal pihaknya terus disalahkan. Bagaimana tidak, persoalan ore nikel yang terjadi di darat Syahbandar ikut terbawa-bawa.
“Apa tindakannya ESDM? Jangan limpahkan semua ke Syahbandar. Kalau ada persoalan, tolonglah disampaikan ke kami lebih awal. Jangan sudah sampai di kapal baru dikabarkan,” bebernya.
Ia menyebut, syarat pengajuan dokumen izin berlayar itu di antaranya harus ada laporan hasil verifikasi dari ESDM dan keterangan asal barang.
“Kami tidak mengurusi dari mana asal muasal muatan (ke tongkang). Itu urusannya ESDM. Ranahnya Syahbandar itu bukan soal legalitasnya ore,” jelasnya.
Irfan menegaskan, pihaknya memiliki kewenangan hanya untuk menjamin keselamatan pelayaran kalau semua dokumen berlayar lengkap. Jika kapal mau ditahan, harus ada laporan polisi atau putusan pengadilan.
“Kalau sudah di police line, yah pasti tidak akan kita berangkatkan. Seperti yang ada sekarang, karena sudah di police line saya tidak berangkatkan. Sekarang sudah dua minggu ini,” pungkas Irfan.
Jika kepolisian masih menunggu, ESDM dan Syahbandar saling tuduh, perkara yang dilaporkan Dirut PT Maddale ini dipastikan akan panjang. Semakin menarik untuk ditelisik lebih jauh.(a)
Penulis: Mochammad Irwan