Kejahatan Pelayaran di Konut dan Dugaan Keterlibatan Kepala Syahbandar Molawe

Pena Hukum1,003 views

PENASULTRA.COM, KONUT – Relasi kuasa didasarkan karena dikuasainya suatu kewenangan. Bentuk kuasa tersebut tidak selalu terlihat maupun tertulis tapi dilakukan dengan cara kordinasi terselubung. Demikian ungkapan kritikan keras ketua Explor Anoa Oheo (EXOH) Konawe Utara (Konut), Ashari terhadap Kepala Syahbandar Molawe dalam rilisnya, Senin 17 Mei 2021.

“Konut tidak punya industri pertambangan tapi dibikin seperti dunia khayalan, pihak mereka untung, rakyat dan daerah konut yang buntung. Padahal suatu industri itu didirikan dengan kajian lingkungan yang mendalam pada kegiatan kepelabuhanan terkait Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp),” ujarnya.

Lanjutnya, Instrumen Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, dan Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan nomor 51 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, semua menjelaskan dengan terang bahwa kegiatan pelayaran dan kegiatan kepelabuhanan harus di tetapkan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).

Menurutnya, DLKr dan DLKp ditetapkan oleh Menteri dan Penyelenggara pelabuhan yang menjadi otoritas Syahbandar berkewajiban menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan yang ada di dalam DLKr/DKLp.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa esensi faktual dari ketedeloran kekuasaan kepala Syahbandar sangat rapi bersekutu memberikan izin kepada PT PMS dan PT LBN untuk kepentingan industri PT OSS melakukan di wilayah hukum kabupaten Konut yang secara nyata jauh di luar DLKr/DLKp yang sudah di tetapkan oleh menteri yaitu pada perairan Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe.

“Syahbandar kaku dan galau dengan kebijakan, terkesan takut dengan pemodal, kepasrahan itu lalu kemudian seenaknya bertindak se olah-olah daerah otonom Konut ini bak sampah industri pertambangan VDNI dan OSS”, ungkap Ashari.

“Cukup alam daratan Konut menjadi serapan kebutuhan bahan baku industri pertambangan Morosi, mulai dari bahan material ore nikel, batu gunung, sampai dengan perampasan jalan nasional yang di jadikan jalan Hauling. Kelestarian wilayah perairan laut Konut adalah satu-satunya aset daerah yang menjadi andalan pada sektor perikanan, jangan karena ulah bulus Syahbandar mengancam rusaknya biota laut,” tegas Ashari.

Diketahui, Pelabuhan Molawe, kabupaten Konawe Utara berstatus otonom berdasarkan Permen perhubungan nomor 77/2018. Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Pemerintah Daerah (Pemda) Konut menyambut baik keputusan pusat yang menetapkan pelabuhan Molawe berdiri sendiri atau terpisah dari Syahbandar Langara Konawe kepulauan (Konkep).

“Hal ini merupakan jerih payah, kerja keras kita bersama sebagai langkah mewujudkan percepatan pembangunan daerah melalui pendapatan daerah (PAD), namun segelintir pemangku jabatan yang memiliki otoritas kesyahbandaran insomnia terhadap nilai perjuangan, terkesan datang, duduk dan lupa berterima kasih”, ketusnya.

Penulis: Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *