PENASULTRA.COM, KENDARI – Kepala Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari Dr La Ode Haji Polondu buka kegiatan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja, di Aula Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Sabtu, 27 Maret 2021.
Dalam sambutannya, Dr La Ode Haji Polondu mengatakan pihaknya sangat menyambut baik kegiatan Rakerwil KSBSI Sultra, sebab BLK Kendari merupakan perpanjangan tangan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) di daerah harus menjalin kerja sama yang baik atau membangun simbiosis mutualisme dengan teman-teman buruh atau pekerja.
“Kami melatih semua elemen masyarakat yang ingin terampil, menciptakan tenaga kerja handal, trampil dan kompeten sesuai kebutuhan pasar kerja serta memperbesar peluang usaha mereka agar mereka menjadi orang-orang yang berhasil dalam hidup dan kehidupannya. Kondisi ini, berkaitan dengan kesejahteraan buruh atau pekerja, sehingga kemitraan dengan KSBSI Sultra perlu dijalin baik,” terangnya.
Ia menjelaskan, agenda Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja memang perlu dibahas untuk mencegah bias pemahaman dan pengertian akan substansi makna dari UU Cipta Kerja tersebut sehingga tidak menjadi masalah dimasyarakat dan khususnya dikalangan buruh. Hadirnya KSBSI dan terselenggaranya Dialog Sosialisasi ini tentu sangat membantu hal tersebut.
“Sebagai pimpinan di BLK Kendari, sudah sewajarnya jika saya memiliki tanggung jawab terhadap para alumni dan siswa pelatihan, untuk terlibat memperjuangkan kesejahteraan mereka. Apalagi, salah satu target mereka ikut pelatihan yaitu agar bisa masuk di dunia kerja dan dunia industri yang pada akhirnya mereka juga akan menyandang predikat buruh atau pekerja,” jelas mantan Kepala Bagian (Kabag) Rumah Tangga Kemnaker RI.
Sementara itu, Korwil KSBSI Alvian Pradana Liambo juga menuturkan, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang baru turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja, yang belum lama diterbitkan beberapa bulan lalu.
Pertama itu, PP No 34, tentang penggunaan tenaga kerja asing, 35 tentang perjanjian kerja waktu tertentu yang dimana disitu ada diatur PHK dengan alidaya. Kemudian, PP 36 itu terkait dengan pengubahan, PP 37 berkaitan dengan sistim jaminan sosial nasional.
“Dengan terbitnya PP yang baru, maka akan mengadakan dialog yang berkaitan dengan maksud dan tujuan sehingga tidak menjadi bias di masyarakat terutama di buruh itu sendiri,” kata Alvian.
Adanya regulasi yang baru, Alvian mencoba sesegera mungkin mengidentifikasi masalah yang ada, karena ketika tidak cepat di akomodir maka akan menimbulkan opini-opini yang menganggu investasi.
“Setidaknya SBSI sudah mampu untuk kemudian bagaimana mengidentifikasi masalah-masalah terlebih dahulu,” ujarnya.
Selanjutnya, masih kata dia, kurangnya menuju kesejahteraan para buruh. Persoalan jaminan sosial yang masih banyak belum terakomodir sistem jaminan sosialnya.
Kedua, terkait dengan perjanjian kerja atau kontrak kerja. Sebelumnya, kalau sifatnya kontrak saja, itu tidak memiliki jaminan atau kepastian di hari tua. Padahal pekerjaan yang sering dikerjakan kawan-kawan buruh, berstatus pekerjaan tetap. Dimana regulasi sebelumnya sudah diatur jaminan pensiun.
“Terkait upah yang bisa mengakomodir tentang kebutuhan layak hidup, salah satunya tentang pendidikan anak para pekerja buruh bisa terakomodir. Karena didalam upah minimum itu hanya upah bujang, UMP itu mengatur tentang upah bujang, tidak termasuk tunjangan anak dan istri,” katanya.
Sehingga, lanjut Alvian, dibeberapa perusahaan mencoba untuk membangun komunikasi dan memberikan pemahaman, pentingnya regulasi ini demi bagaimana mewujudkan kesejahteraan para buruh.
Editor: Husain