Ketua Kadin Sultra Harap Ketua APNI Terpilih Bisa Suarakan Aspirasi Para Penambang

Pena Nasional507 views

PENASULTRA.COM, JAKARTA – Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sulawesi Tenggara (Sultra), Anton Timbang berharap Ketua Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang terpilih pada Musyawarah Nasional (Munas) nanti dapat menyuarakan aspirasi para penambang nikel.

Diketehui bahwa APNI terbentuk pada 6 Maret 2017. Kepengurusan APNI pertama saat dilantik oleh Direktur Pembinaan Pengusaha Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Susigit. Yang mana saat itu Dewan Pengurus APNI periode 2017-2022 yaitu:

Ketua Umum: Landjima Damanik

Wakil Ketua Umum I: Sudirman Tjakradinata

Wakil Ketua Umum II: Wiratno

Sekjend: Meidy Katrin Lengkey

Sekertaris Umum: Maman Khairussalam

Wakil Sekretaris: Taruna Adji

Bendahara Umum: Antonius Setyadi

Satu tahun memimpin APNI, Ketua Umum Ladjima Damanik tidak dapat meneruskan memimpin organisasi lagi karena menderita sakit. Akhirnya dipimpin oleh Wiratno sebagai Penjabat Sementara. Kemudian pada tanggal 6 Maret 2019 APNI mempunyai Ketua Umum baru yaitu Komisaris Jenderal Pol (Purn) Insmerda Lebang.

Namun setahun lebih memimpin APNI, Insmerda Lebang menderita sakit hingga meninggal dunia pada 28 Agustus 2021. Dan saat itu hingga 6 Maret 2022 APNI kembali dipimpin oleh Wiratno sebagai Penjabat Sementara Ketua Umum.

Selanjutnya, tanggal 6 Maret 2022 nanti APNI bakal melaksanakan agenda Musyawarah Nasional (Munas) pemilihan Ketua Umum untuk periode 2022-2027.

Organisasi APNI memiliki visi menjadi organisasi kelas dunia yang menciptakan nilai-nilai unggul dan menjadi kebanggaan bagi seluruh pemangku kepentingan pertambangan nikel di Indonesia, pemerintah, dan masyarakat Indonesia umumnya

Sehubungan dengan pelaksanaan Munas APNI tersebut, Anton Timbang selaku Ketua Kadin Sultra percaya bahwa Ketua Umum yang akan terpilih merupakan figur yang tepat dalam memimpin organisasi APNI untuk periode 2022-2027.

Figur ketum ini diharapkan mampu membawa APNI menjadi lebih baik ke depan, dan tentunya bisa melaksanakan beberapa agenda kegiatan APNI khususnya dalam rangka mendukung usaha pertambangan nikel.

“Harapan saya secara pribadi, APNI ke depan bisa menjadi wadah bagi seluruh penambang nikel yang ada di Indonesia. Sehingga, aspirasi kami sebagai penambang, dapat disuarakan oleh APNI kepada pemerintah, kata Anton di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022.

Ia mengungkapkan masih ada kendala yang dihadapi para penambang nikel di lapangan saat ini. Maka, dirinya berharap APNI bisa membantu memecahkan persoalan tersebut. Sehingga semua penambang nikel, khususnya yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, bisa merasakan keadilan dengan adanya APNI.

“Sektor pertambangan nikel sudah berjalan di Sulawesi Tenggara. Namun, masih ada beberapa kendala yang dihadapi teman-teman saat ini, utamanya dari sisi Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB). RKAB mereka banyak yang belum dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM,” tutur Anton.

Akibatnya, kata Anton, aktivitas pertambangan nikel di Sultra sedikit berkurang, karena RKAB teman-teman belum dikeluarkan oleh Ditjen Minerba.

Olehnya itu, ia berharap Ditjen Minerba bisa segera menerbitkan RKAB yang sudah diajukan para penambang, sehingga perusahaan mereka bisa beroperasil dan melakukan aktivitas pertambangan nikel kembali.

Anton mengaku belum memahami secara detail sistem penilaian dari Ditjen Minerba, sehingga beberapa RKAB l belum dikeluarkan.

“Namun, sepengetahun dari beberapa teman yang sudah mengajukan RKAB melalui Metode One Data Indonesia (MODI), mereka sudah menyiapkan semua persyaratan ketika mengajukan RKAB. Tapi hingga saat ini RKAB mereka belum dikeluarkan Ditjen Minerba”, bebernya.

Anton mengimbau kepada Ditjen Miberba untuk mempercepat proses dikeluarkannya RKAB sehingga pelaku pertambangan nikel di Sultra bisa kembali memperoduksi nikel.

“Sekarang sudah bulan Februari, jadi sudah satu bulan lebih mereka tidak melakukan aktivitas pertambangan nikel,” ujarnya.

Menaikan HPM

Anton mendukung program hilirisasi industri yang sedang dilaksanakan pemerintah pusat saat ini. Semakin banyak berdiri pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, maka dapat memberikan nilai tambah bijih nikel Indonesia.

Anton memahami pembangunan smelter membutuhkan biaya besar, karena itu pemerintah pusat membuka keran investasi dari negara lain untuk membangun smelter di Indonesia. Meskipun pemerintah pusat harus memberikan beberapa kemudahan dan fasilitas bagi investor asing yang ingin membangun smelter di Indonesia.

Sebagai Ketua Kadin Sultra sekaligus Ketua Satgas Percepatan Investasi  Wilayah Sulawesi, Anton meminta kepada pemerintah pusat memberikan perhatian kepada pengusaha pertambangan di daerah, salasatunya menaikan Harga Patokan Mineral (HPM) nikel.

“Seperti kemarin pemerintah sudah menerbitkan HPM dengan harga cukup tinggi, semoga ke depan HPM menjadi lebih tinggi. Karena harga jual nikel ke China, misalnya, masih lebih tinggi, dibandingkan pengusaha pertambangan nikel menjual nikelnya ke perusahaan smelter di dalam negeri,” paparnya.

Menurutnya, jika HPM nikel, khususnya untuk kadar 1,8 persen dinaikan, maka akan menguntungkan semua pihak, baik negara, perusahaan smelter, dan pelaku pertambangan nikel.

Ia juga berharap lebih banyak lagi pabrik hidrometalurgi yang mengolah nikel kadar rendah berdiri di Indonesia. Karena, Indonesia banyak memiliki cadangan nikel kadar rendah (limonite), dibandingkan nikel kadar tinggi (saprolite).

“Kami berharap bertambah lagi industri pengolahan nikel untuk kadar rendah. Informasinya, dalam waktu dekat akan ada yang berinvestasi untuk membangun industri pengolahan untuk nikel kadar rendah. Sehingga nikel kadar rendah yang dianggap sebagai sampah menjadi nilai uang,” harapnya.

Anton juga menekankan kepada investor yang membangun pabrik pengolahan nikel, harus melibatkan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, khususnya di Sulawesi Tenggara.  Jadi, bukan hanya berbentuk Corporate Social Responsibility (CSR), tapi pelaku usaha daerah ikut dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut.

Lebih dari itu, pabrik atau industri pengolahan nikel di Sultra, diminta Anton, memperkerjakan masyarakat yang tinggal di kawasan industri, sehingga mereka ikut terlibat membantu mengembangkan industri tersebut .

Terpenting lagi, perusahaan atau industri itu mau menyerap hasil tambang nikel pengusaha lokal, jadi masyarakat bisa hidup dengan adanya pabrik-pabrik tersebut, kata Anton.

Editor: Husain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *