Mei 2018, Komoditas Ikan Segar Picu Kenaikan Inflasi di Sultra

PENASULTRA.COM, KENDARI – Jangan remehkan kenaikan harga ikan segar. Sebab, komoditas tersebut ternyata menjadi pemicu utama inflasi pada Mei 2018 di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Inflasi ini tercatat sebesar 1,06 persen (mtm) setelah bulan sebelumnya mencatatkan deflasi sebesar 0,16 persen (mtm). Namun demikian, Inflasi Sultra tercatat lebih baik dari inflasi nasional sebesar 3,23 persen (yoy).

Kepala Perwakilan BI Sultra, Minot Purwahono mengatakan, Inflasi didorong oleh lonjakan harga pada kelompok bahan makanan (VF) bergejolak terutama ikan segar dan kelompok inflasi inti, ditengah menurunnya tekanan inflasi pada kelompok administered prices.

“VF mencatatkan inflasi sebesar 3,83 persen (mtm). Tekanan inflasi didorong oleh lonjakan harga pada sub kelompok komoditas ikan segar, utamanya ikan kembung, cakalang, layang, ekor kuning dan bandeng yang banyak dikonsumsi masyarakat,” kata Minot melalui rilisnya, Selasa 5 Juni 2018.

Menurutnya, peningkatan harga pada komoditas ikan tersebut disebabkan oleh menurunnya produksi akibat musim timur dan peningkatan curah hujan yang signifikan yang disertai tingginya ombak menyebabkan nelayan enggan melaut.

“Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tradisi menurunnya aktivitas melaut pada bulan Ramadhan,” ungkapnya.

Selain komoditas ikan, kata Minot, faktor cuaca juga menyebabkan inflasi pada komoditas sub kelompok sayur-sayuran yaitu kacang panjang. Namun diredam oleh deflasi yang terjadi pada komoditas beras seiring dengan panen raya yang berlangsung di sentra produksi beras Sultra.

Sedangkan, kelompok inflasi inti di Sultra yang tercatat sebesar 0,32 persen (mtm). Inflasi pada kelompok inti didorong oleh inflasi pada komoditas kemeja pendek katun.

“Peningkatan harga terjadi sejalan dengan pola tahunannya dimana pada saat memasuki bulan Ramadhan, masyarakat meningkatkan konsumsi pakaian menjelang hari raya lebaran. Inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh deflasi yang terjadi pada komoditas celana panjang jeans dan air kemasan,” ujarnya.

Sementara, komoditas administered prices mencatatkan inflasi sebesar 0,28 persen (mtm). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini utamanya didorong oleh inflasi yang terjadi pada komoditas angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan rokok kretek.

Kenaikan pada angkutan udara disebabkan meningkatnya permintaan masyarakat untuk mudik menjelang Lebaran dan sejumlah hari libur pada bulan Mei.

Sementara, kenaikan pada harga bahan bakar rumah tangga disebabkan oleh adanya kelangkaan LPG 3 Kg ditingkat pengecer. Selain itu kenaikan harga rokok masih terjadi seiring dengan penyesuaian bertahap terhadap kenaikan cukai rokok. Namun demikian, deflasi yang terjadi pada tarif taksi dapat menahan inflasi lebih tinggi.

Menyikapi perkembangan terkini dan memperhatikan risiko ke depan utamanya menjalani bulan Ramadhan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra, tambah Minot, terus melakukan koordinasi antara lain dengan melakukan sidak pasar untuk mengecek ketersedian bahan kebutuhan pokok sesuai dengan harga eceran terendah (HET) dan harga yang wajar.

“Kami telah melakukan rapat koordinasi dalam High Level Meeting yang langsung dipimpin oleh Pj Gubernur Sultra untuk memastikan tidak terjadi lonjakan harga dan ketersediaan komoditas bahan pokok selama bulan ramadhan serta pelaksanaan kegiatan pasar murah dalam rangka menjaga pasokan komoditas tersebut,” jelasnya.

Langkah-langkah tersebut tambah Minot, dilakukan untuk menjaga inflasi Sultra berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional di tahun 2018 sebesar 3,5 persen±1 persen(yoy).(b)

Penulis: Yeni Marinda
Editor: La Ode Kasmilahi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *