Menguak Sisi Transparansi LPJ Kades se Muna Barat Diakhir Masa Jabatan

Oleh: La Halufi, SE

Desa merupakan sebuah miniatur kecil dari suatu negara atau bangsa dimana juga memiliki batas wilayah dan memiliki system pemerintahannya sendiri.

Sesuai dengan Undang-Undang No 6 tahun 2014 menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisionalyang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa juga bisa dikatakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat disuatu negara sebab desa memiliki kewenangan dalam mengatur masyarakat baik urusan politik, ekonomi sampai pada urusan kemajuan desa.

Desa juga dipimpin oleh seorang kepala desa yang telah dipilih oleh penduduk desa dengan masa jabatan 6 tahun terhitung sejak dilantik, lamanya masa jabatan ini merupakan suatu hal yang istemewa pasalnya di negara kita ini Indonesia tidak ada satupun pejabatan publik yang memiliki masa jabatan seperti demikian.

Dengan fakta ini seharusnya desa mampu membawa kemajuan bangsa ini terkhusus Kabupaten yang menaungi desa-desa tersebut, jika pembangunan desa memiliki progres kemajuan yang baik maka kabupaten juga merasakan dampak kemajuan dan keberhasilannya sebab itu akan meringankan beban kerja pemda dalam pembangunan baik fisik maupun pembangunan masyarakatnya.

Terkait persoalan masa jabatan kades, Kabupaten Muna Barat melalui Wakil Bupati, Ahmad Lamani telah menginformasikan para Kades dalam apel gabungan yang digelar dihalaman kantor Bupati Mubar pada senin 20 Mei 2019 bahwa masa jabatan para kades akan berakhir pada 16 Juli 2019.

Dan ia juga menyampaikan bahwa para kades harus melengkapi dokumen  atau administrasi pekerjaan mereka agar suatu saat terdapat pemeriksaan tidak membuat kades kewalahan dalam melengkapi berkas dokumen kerja.

Instruksi orang nomor dua di Mubar ini sangat menarik dan sexy jika kita mencermati dan membandingkan dengan fakta yang ada di desa-desa di Kabupaten Muna Barat.

Pasalnya, fakta dilapangan dari wilayah ini masih berada dibawah naungan Kabupaten Muna sampai berdiri menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) pada pertengan 2014 silam bisa dibilang hampir semua desa tidak memiliki dokumen atau administrasi pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah desa. Sehingga, masyarakat ataupun pemda tidak mengetahui secara jelas terkait program-program yang telah dilakukan pemerintah desa dan dari mana sumber pendanaanya, apakah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) ataukah bersumber dari pendanaan desa sendiri.

Terlebih lagi desa tidak memiliki bukti dokumentasi yang jelas sehingga ini bisa mengindikasikan adanya pelaporan fiktif yang disampaikan desa baik itu kepada Bupati atau terlebih lagi kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) sebagi lembaga yang bermitra dan menaungi desa.

Jika ada indikasi yang demikian, sudah seharusnya BPMD harus menindak dan mengusut kasus demikian sehingga tidak terkesan ditutup-tutupi dan yang menjadi kekhawatiran jikalau hal demikian dimanfaat oleh mereka sebagai “lahan basa” pada akhir tahun atau pada penyampaian laporan untuk bermain kong kali kong antara pemerintah desa dan pihak BPMD maka ini ada indikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) didua lembaga tersebut.

Pasalnya pada sebagian desa tidak ada progres kemajuan fisik yang salah satunya cacat administrasi  dari tahun ke tahun dan lantas apa yang dilaporkan oleh pemerintah desa kepada BPMD? Terlebih lagi dengan adanya program Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat beberapa tahun terakhir ini.

Kalau yang demikian benar adanya, ini telah melanggar hukum jika dari pihak desa menyampaikan laporan atau dokumen fiktif maka ini melanggar hukum dan ini telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 263 dan 264 teekait pemalsuan dokumen dan juga  Undang-Undang tipikor Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi maupun penerimagratifikasi diancam dengan hukuman pidana, dalam hal ini pemerintah desa dan BPMD.

Hal ini yang seharusnya diusut oleh penegak hukum dan Pemkab Mubar untuk untuk membersihkan benih-benih KKN ditubuh Pemkab maupun desa mengingat usia kabupaten masih sangat dini dan jika ini tidak ditindak, ini akan menjadi penyakit kronis di Mubar dan progres pembangunannya akan terhambat dengan adanya praktek-praktek yang demikian.

Arahan Wabup ini tidak menutup kemungkinan hanya akan menjadi isapan jempol belaka, kenapa demikian? Sebab para kades yang akan berakhir masa jabatannya ini akan sibuk mempersiapkan diri untuk maju pada pertarungan kades selanjutnya baik itu untuk periode kedua ataupun periode ketiga mereka sehingga dokumen yang diminta tidak akan terpenuhi.

Andaipun mereka terpilih kembali mereka akan disibukan dengan program baru mereka sebagai kades terpilih dan jika tidak terpilih akan menjadi pekerjaan rumah bagi kades pendatang baru yang terpilih kelak dan akan terbengkalainya program kerja kades baru tersebut.(***)

Penulis: Pegiat Literasi Sulawesi Tenggara