Oleh: Enggi Indra Saputra
Pemuda merupakan pundak yang menentukan arah bangsa dan negara menjadi lebih baik atau sebaliknya. Hal itu terbukti dengan perjuangan dan pergerakan pemuda yang selalu mampu membawa perubahan yang signifikan.
Bangsa Indonesia diumpamakan seperti Bahtera dan pemuda sebagai nahkodanya yang akan membawa kemana Bahtera itu akan berlabuh.
The Founding Father (Ir. Soekarno) Presiden pertama Indonesia pernah berkata “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”, kalimat ini tentunya mengandung Filosofis yang mendalam dan selalu dimaknai berbeda oleh orang lain tiap kaum intelektual.
Dalam hal ini, pemuda yang Soekarno maksud adalah pemuda yang berkualitas dan idealis. Bukan pemuda yang bergelumut dengan kepentingan individunya.
Menjelang Pemilu serentak 17 April 2019 yang akan berlangsung sebulan lagi seharusnya pemuda menjadi garda terdepan memberikan pendidikan politik yang baik dan menanamkan nilai nilai demokrasi kepada masyarakat pada umumnya.
Hal ini merupakan langkah konkret guna memperbaiki kualitas demokrasi bangsa Indonesia. Memperbaiki moralitas partisipan pada Pemilu serentak.
Pemuda harus menjadi patron pada moment politik tahun ini, akan tetapi realita yang terjadi akhir-akhir ini malah tak sesuai dengan ekspetasi kebanyakan pemuda malah berbondong bondong menjadi sales politisi yang sedang bertarung memperebutkan kursi-kursi penguasa.
Mereka layaknya marketing yang sedang menjajakan jualannya merayu dengan mulut manis meskipun sangat bau. Berlagak seolah elit politik menyerupai jualannya.
Hal demikian, seharusnya pemuda sadar bukan malah berafiliasi dengan para politisi yang notabene belum tentu memperjuangkan kepentingan rakyat.
Pemuda harusnya memberikan pemahaman politik kepada masyarakat tanpa ada yang menyuplai kepentingannya. Membantu mengawal Pemilu serentak kali ini guna mendapatkan pemimpin-pemimpin berintegritas. Bukan malah menjadi sales politik yang tak tau arah hanya karena kepentingan dan hasrat pribadi.
Sampai hari ini, pemuda dengan keistimewaan itu hampir tak nampak. Ia redup bersama ego. Ia Sirn karena kepentingan.
Larilah sejauh mungkin wahai sang prinsip (Idealis) tak usah kembali pada jiwa yang telah kotor itu, bergelumut dengan mereka penghianat ibu pertiwi.
Larilah sejauh mungkin sembari mencari jiwa yang masih mengharapkanmu, pemuda yang mampu mempertahankanmu demi kepentingan umat dan bangsa. Bukan malah menggadaikanmu untuk lembaran kertas pemuas nafsu duniawinya.(***)
Penulis: Kader HMI Sultra