Salah Satu Kepala OPD Pemprov Sultra Diduga Jadi Tahanan Kota, Nodai Kepemimpinan AMAN

Pena Hukum806 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra), diminta tegas dalam memberikan amanah kepada para pejabatnya. Apalagi mereka yang duduk sebagai eselon II dan merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di instansi yang dipimpinnya dan mengelola keuangan negara. Masalah yang dinilai masih menjadi persoalan serius adalah komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari tindak pidana korupsi sehingga sangat penting menempatkan pejabat yang bersih dan tidak sedang berperkara hukum. Hal tersebut diungkapkan Ketua Lembaga Pemerhati Masyarakat (LPM) Sulawesi Tenggara (Sultra) Ados, Selasa 1 Juni 2021.

Menurut Ados, dugaan korupsi dalam proyek rekayasa Lalu Lintas (Lalin) di Kabupaten Wakatobi Tahun Anggaran (TA) 2017 lalu. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, beberapa waktu lalu telah menetapkan 2 (dua) orang tersangka dengan inisial HH dan L dalam proyek yang merupakan kerjasama antara Dinas Perhubungan (Dishub) Sultra dan Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO).

“Kuat dugaan inisial HH ini salah seorang pejabat di lingkup Pemprov Sultra. ini akan menjadi boomerang bagi Pemprov karena masih memberikan kepercayaan kepada tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam mengelola keuangan negara,” ungkapnya.

Menurutnya, Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, harus selektif dan mempertimbangkan untuk mendudukan pembantunya, agar program yang akan dilaksanakan sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat Sultra. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan karena tersangka yang diduga merupakan pejabat di lingkup Pemprov Sultra itu telah ditetapkan sebagai Tahanan Kota oleh penyidik Kejati Sultra.

“Ini berpotensi menjadi noda sejarah dalam perjalanan kepemimpinan Ali Mazi-Lukman (AMAN), karena memberi kepercayaan pada seorang tahanan jaksa, menjadi kepala OPD yang strategis dan mengelola anggaran hingga puluhan milyar,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum), Dody SH, saat ditemui diruang kerjanya, 24 Mei 2021 lalu mengatakan, sejak tanggal 19 Maret 2021, korps Adhyaksa telah menetapkan dua orang tersangka inisial HH dan L sebagai tersangka Penyidik dalam kasus tersebut ungkap Dody, juga telah menetapkan dua orang tersebut sebagai Tahanan Kota.

Terkait status Tahanan Kota yang diberikan kepada ke dua tersangka, Dody tidak bisa memberikan penjelasan lebih jauh dengan alasan hal tersebut merupakan ranah penyidik.

“Kami sifatnya hanya menanyakan soal perkembangan kasus tersebut,” paparnya.

Menurut Kasi Penkum Kejati Sultra, Dody, kasus tersebut tetap berlanjut. Saat ini, Kejati telah menunjuk tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hanya saja lanjutnya, belum ada penyerahan berkas tahap 1

“Sprintnya sudah ada,” ungkap Dodi.

“Berkas dari Penyidik ini belum di serahkan kepada JPU, tapi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah di terbitkan. Setelah diterbitkan Surat SPDP ini, tindak lanjut, selanjutnya tim penerima JPU yang ada di surat perintah P16,” sambungnya lagi.

Dody juga menegaskan, dalam penangan kasus tersebut tidak ada permainan dan kongkalingkong antara Kejaksaaan dan tersangka, begitu pula dengan penyidik.

“Kita bekerja sesuai dengan tupoksi kita, penyidik melakukan penyelidikan, semuanya tidak ada permainan ataupun mengistimewakan dalam penanganan kasus ini. Semuanya kerja secara profesional,” tutupnya.

Editor: Tim Redaksi

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *