PENASULTRA.COM, KENDARI – Momentum kunjungan resmi jajaran pejabat utama Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) ke sejumlah organisasi wartawan benar-benar ‘dimanfaatkan’ Kapolda Sultra, Brigjen Pol Merdisyam untuk bersilaturahmi dengan awak media.
Hal itu nampak terlihat dalam pertemuan Merdisyam bersama pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sultra di Kantor Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) Kendari, Kamis 24 Oktober 2019.
Kapolda Sultra membeberkan beberapa fakta di hadapan wartawan yang juga terdiri dari sejumlah pimpinan media. Mulai dari rentetan aksi besar demonstrasi penolakan revisi RKUHP dan UU-KPK yang terjadi di Jakarta hingga kondisi terkini mengenai pengungkapan kasus tewasnya Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) pada 26 September 2019 lalu.
“Tanggal 26 kejadian itu memang diluar dugaan kita semua. Saya waktu itu di Mabes Polri lagi fokus tanggal 24 dan 25. Yang kita khawatirkan di Jakarta dan Makassar. Tiba-tiba kita dengar kejadian itu (tewasnya Randi),” kata jenderal bintang satu itu membuka cerita di hadapan pengurus PWI Sultra dan SMSI Sultra.
Atas kejadian meninggalnya Randi disusul tewasnya Yusuf Kardawi yang juga mahasiswa UHO –berselang sehari– situasi Sultra kian memanas.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat itu langsung mencopot Brigjen Pol Iriyanto dan menugaskan Merdisyam datang ke Sultra.
Kedatangan Merdisyam sendiri di Sultra membawa misi di antaranya, segera memulihkan situasi, membantu dan mengusut tuntas kasus tewasnya Randi.
Selanjutnya, sebagai wujud keseriusan Mabes Polri untuk menuntaskan kasus Randi, dibentuklah tim investigasi melibatkan pengawas eksternal meliputi Ombudsman RI, Kompolnas, Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya, untuk menjaga independensi pengusutan kasus tersebut.
“Supaya tidak ada Conflict of Interest (konflik kepentingan),” terang Merdisyam.
Pengusutan kasus Randi, lanjut mantan Dirsosbud Baintelkam Polri itu, dipastikan tidak hanya soal kode etiknya saja, tetapi juga soal pidananya. Namun, untuk menentukan siapa tersangka dan siapa yang terlibat dalam kasus tewasnya Randi, menurut Merdisyam, itu harus berdasarkan pembuktian uji pokok materil. Tidak bisa menentukan pelakunya hanya dengan melihat seseorang membawa senjata.
Dalam kasus tewasnya Randi ini, seorang perwira berinisial DK serta lima bintara berinisial GM, MI, MA, H, dan E menjadi terperiksa.
Keenam aparat yang sebelumnya bertugas di Polres Kendari dan Polda Sultra itu terbukti telah melanggar SOP saat pengamanan unjuk rasa di Kantor DPRD Sultra 26 September 2019 lalu. Pasalnya, keenam aparat tersebut membawa senjata api (Senpi) laras pendek, jenis SNB, HS, dan MAG.
“Saat ini uji materil itu sementara dilakukan,” ujar Kapolda.
Hasil otopsi diketahui bahwa Randi tewas usai diterjang peluru tajam. Sementara Yusuf, tewas akibat pendarahan hebat di kepala. Diduga, penyebab kematian Yusuf karena benturan benda tumpul.
Untuk kasus Randi sendiri, terkesan rumit pengungkapannya. Sebab, polisi berdalih, proyektil yang merenggut nyawa Randi tak ditemukan di tubuh korban.
Meski begitu, Kapolda Sultra tetap berkomitmen kuat untuk mengungkap kasus ini hingga terang benderang.
“Kami sadar masalah ini sudah menjadi isu nasional dan telah merugikan institusi. Yang pasti, kita ingin kasus ini dapat selesai dengan kepastian hukum dan penuhi rasa keadilan. Ini soal waktu saja,” pungkas Merdisyam.(a)
Penulis: Ridho Achmed