Soal Polemik Tersus, Begini Penjelasan PT Paramita

PENASULTRA.COM, KENDARI – PT Paramita Persada Tama (PPT) akhirnya angkat suara terkait polemik terminal khusus (Tersus) atau pelabuhan pengangkutan ore nikel (Jeti) yang disoal sejumlah pihak.

Humas PT PPT, Andi Muh. Safriansyah tak menampik jika pada 2011 hingga 2012 lokasi jeti lama milik PT PPT memang dibangun oleh PT Daka Group. Namun jeti tersebut, kata Andi, berada di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Paramita di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Belakangan, terjadi saling klaim. Sehingga, persoalan itu sempat dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Pada dasarnya dulu itu pihak PT Daka Group yang bekerja di area Paramita dengan melakukan penimbunan laut. Proses di Kepolisian berakhir damai karena direktur dari PT Daka saat itu, pak Feri meminta damai kepada direktur PT Paramita, pak Tomas,” beber Andi, Selasa 30 April 2019.

Usai terjadinya rekonsiliasi, lanjut Andi, pihaknya kemudian membenahi jeti itu yang selanjutnya digunakan untuk ekspor mineral mentah pada 2012 lalu.

Di tengah berjalannya waktu tepatnya pada awal 2018, Andi mengaku bahwa pihaknya tidak lagi menggunakan jeti lama tersebut. Sebab, PT PPT telah membuat jeti baru yang berada di WIUP PT Paramita.

“Kami sudah membuat jeti baru yang ada di bawahnya (Jeti lama) yang dipersoalkan oleh PT Daka kemarin karena tidak ada penyelesaiannya. Sudah beberapa kali diadakan pertemuan, mereka ngotot bahwa jeti lama itu masuk kedalam IUP mereka. Kami membenarkan itu masuk dan sekarang sudah tidak gunakan lagi. Silahkan mau diapakan,” paparnya.

Andi mengklaim, jeti milik perusahaannya saat ini sudah berada di WIUP PT PPT. Dari bibir jeti Paramita yang sekarang ke batas IUP, kata Andi, estimasinya lebih kurang 70 meter. Dari 70 meter tersebut ada space atau jarak antara IUP PT Paramita dan IUP PT Daka 20 meter.

Di kesempatan itu, Andi juga mengaku sangat menyayangkan sikap Dinas Perhubungan Sultra yang tidak menyampaikan secara tertulis hasil temuan usai melakukan monitoring lapangan dan floating titik koordinat jeti milik PT PPT.

“Kabid Perhubungan Laut tidak pernah menyampaikan secara tertulis terkait adanya temuan pelanggaran. Saat itu, hanya dibuat berita acara yang menjelaskan bahwa telah dilakukan floating area pengambilan titik koordinat,” aku Andi.

Tim bentukan Dishub Sultra saat saat berada di lokasi jeti PT PTT awal Januari 2019 lalu. FOTO: Istimewa

Sebelumnya, tim bentukan Dinas Perhubungan Sultra melakukan monitoring, evaluasi dan pengukuran kordinat lapangan pada 26 Januari 2019 lalu di lokasi Tersus PT PTT dan PT Manunggal Sarana Surya Pratama (MSSP).

Dari hasil investigasi yang dilakukan, tim menemukan keberadaan jeti milik PT PPT dibangun tidak sesuai dengan titik koordinat yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan. Ada pergeseran koordinat yang cukup jauh sekitar 200 hingga 300 meter dari izin yang diberikan Kemenhub.

“Saya turun ambil koordinat bersama Pak Andi (PT Paramita) dilapangan langsung. Setelah turun dia tandatangan, lalu sampai di kantor diolah lagi menggunakan aplikasi. Ternyata setelah dilakukan pengukuran koordinat ada ketidaksesuaian koordinat antara yang ada dalam ketetapan Menteri dengan kenyataan di lapangan. Ada pergeseran,” beber Kepala Bidang Kepelabuhanan, Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Rahmat Halik, Selasa 30 April 2019.

Atas adanya temuan itu, sebagai instansi teknis, Dishub Sultra telah melaporkan hal tersebut ke Kementrian Perhubungan. Selanjutnya akan dilakukan evaluasi dan pembinaan terkait fakta-fakta yang ada.

“Jadi, pada prinsipnya tak boleh membangun diluar ketentuan dari Menteri. Ini berarti sewenang-wenang. Bisa saja Menteri mencabut jika tidak sesuai,” tegas Rahmat.(b)

Penulis: Yeni Marinda
Editor: Bas/Ridho Achmed