PENASULTRA.COM, KONUT – Diduga dua perusahaan yakni PT HMI dan PT Anandalo saat ini tengah leluasa menggarap Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan luasan 2 HA Wilayah Blok Morombo, Desa Sari Mukti Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Pantauan awak media belum lama ini di lapangan, terlihat jelas melakukan aktivitas penambangan komoditas nickel diwilayah tersebut yang diduga masuk wilayah HPT tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Padahal, kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadannya sebagai hutan tetap. Sementara HPT merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah abrasi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Maka berdasarkan penjelasan di atas, mestiya hutan harus selalu dilindungi keberadaanya. Namun siapa sangka masih saja ada pelaku usaha yang bergerak dalam pertambagan nikel yang melakukan penambangan di kawasan hutan terlarang ini seperti yang di lakukan oleh PT Anandalo dan PT HMI
Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan tambang nikel yang saat ini di duga tengah melakukan ilegal mining di wilayah lahan koridor di Desa Sari Mukti, Kecamatan Langgikima, yang berlangsung sekitar hampir dua bulan lamanya yaitu sejak bulan Juni tahun 2022.
Kegiatan yang berlangsung ini memasuki tahap produksi. Puluhan ribu metrik ton ore nikel tampak bertumpuk di fit dan sejumlah alat berat leluasa melakukan penambangan
Menurut salah satu warga Desa Sari Mukti yang enggan disebutkan namanya mengatakan kegiatan penambangan ilegal tersebut telah berlangsung kurang lebih dua bulan hingga saat ini.
Selain keterangan berlangsungnya kegiatan ini, Warga juga menyesalkan karena perusahaan itu masuk tanpa melakukan kordinasi dan kegiatan sosialisasi, akibatnya sejumlah tanaman perkebunan jenis cengkeh dirusak.
Tidak hanya itu, kata masyarakat ini lahan tersebut merupakan pelindung bagi mereka karena pada wilayah dataran telah dipenuhi Perkebunan Sawit Rakyat (PSR). Sedangkan untuk hutan lindung tinggal beberapa tempat saja yang sedang dipertahankan.
“Kegiatanya sudah berlangsung hampir dua bulan, kesalnya kami sebagai warga lokal di wilayah ini perusahaan langsung menerobos saja masuk tanpa izin atau koordinasi berupa sosialisasi kemasyarakat,” ungkap salah satu warga pada media ini belum lama ini.
Sampai berita ini ditayangkan tim media ini belum mendapatkan klarifikasi dari kedua perusahaan tersebut.
Penulis: Redaksi