PENASULTRA.COM, KENDARI – Pansus Penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) bentukan DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) terus bekerja mengumpulkan berbagai hal terkait persoalan pertambangan yang ada di Sultra.
Teranyar, Kamis 28 Februari 2019 lalu, anggota Pansus Penertiban IUP, La Ode Mutanafas melakukan kunjungan lapangan ke wilayah IUP PT Adhikara Cipta Mulia (ACM).
Kunjungan Mutanafas ke WIUP nikel yang berada di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut) itu merupakan tindak lanjut informasi dan data yang diperoleh Pansus DPRD Sultra sebelumnya.
Saat kunjungan ke WIUP PT ACM hingga ke atas vessel, Mutanafas menemukan fakta mengejutkan. Informasi dari sejumlah tenaga kerja bongkar muat (TKBM) dilapangan ditemukan pengakuan bahwa cargo ore nikel untuk memenuhi kuota ekspor PT ACM diperoleh di luar WIUP.
“Ini sangat fatal. Dan sangat menyalahi aturan,” tegas kata politisi PAN Sultra itu, Kamis 21 Maret 2019.
Selain dugaan pelanggaran pemenuhan izin kuota ekspor, tambah Mutanafas, persoalan lain juga muncul. Ternyata, rencana kerja anggaran biaya (RKAB) yang diajukan PT ACM belum mendapat pengesahan dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra dan pengiriman ekspornya tanpa melalui verifikasi. Namun, informasi yang berhasil dihimpun belakangan, PT ACM diketahui telah memberangkatkan vesel keluar Sultra hingga tiga kali.
“Hal ini yang perlu diclearkan. Dalam waktu dekat, kita akan panggil Syahbandar dan ESDM termasuk pemilik kuota untuk mengklarifikasi hal ini. Jika benar temuan yang kami dapatkan, maka aktivitas ekspor PT ACM tak ada lain harus dihentikan,” tegas Mutanafas.
Sementara itu, Kepala UPP Langara, Andi Abbas yang dikonfirmasi tak menampik jika PT ACM telah beberapa kali melakukan pengiriman ekspor keluar negeri. Akan tetapi, dirinya mengaku tak mengetahui kalau cargo yang dimuat PT ACM ilegal atau diambil dari luar WIUP nya.
“Saya tidak tahu diambil dari mana barangnya. Yang jelas, saat mengajukan permohonan surat izin berlayar (SIB), PT ACM memiliki dokumen lengkap,” kilah Abbas.
Otoritas kepelabuhanan, kata Abbas, tak berhak menahan kapal jika dokumen yang diisyaratkan pemerintah sudah lengkap.
“Jadi, kami hanya berpatokan pada Surat Edaran (SE) Dirjen ESDM Nomor 05 tahun 2016 dan semua penginputan dokumen dilakukan secara online. Publik bisa lihat langsung kok,” tekan Abbas.
Sebelumnya, Lempeta Konut mengendus adanya dugaan pelanggaran berat PT ACM terkait kepemilikan izin kuota ekspor yang telah dikantongi sejak September 2018 lalu.
Dari hasil investigasi awal yang dilakukan Lempeta, PT ACM terindikasi melakukan pembelian cargo nikel di luar dari hasil produksi di atas WIUP yang dimilikinya.
Ketua Lempeta Konut, Ashari menduga, hal itu dilakukan karena perusahaan pertambangan yang memiliki IUP seluas 455 Ha tersebut tak mampu memenuhi kuota ekspor yang sudah diberikan pemerintah.
“Modus yang dilakukan dengan cara membeli cargo milik penambang di sekitar WIUP PT ACM,” semprot Ashari beberapa waktu lalu.
Atas hal itu, Ashari mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Gubernur Sultra, termasuk institusi hukum lainnya segera melakukan evaluasi atas penerbitan kuota ekspor yang dipegang PT ACM.(a)
Editor: Mochammad Irwan