Tidak Ada Alasan Lain, Pemprov Sultra Harus Cabut IUP di Konkep

Oleh: Muhammad Risman

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), beberapa hari lalu sudah memberikan keterangan bahwa daerah Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) tidak bisa ada ruang wilayah untuk aktivitas pertambangan.

Ini menunjukkan bahwa selama ini pengawasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Konkep, lemah.

Wawonii yang dikenal dengan tanah yang subur itu sebenarnya cocok untuk pengembangan pertanian dan perikanan karena itu sangat bersentuhan dengan aktivitas masyarakat di sana. Bukan pertambangan yang lebih banyak mudaratnya.

Apapun itu, pengembangan sektor pertanian dan perikanan merupakan program pemberdayaan perekonomian masyarakat karena hampir di seluruh daerah-daerah lain di Indonesia, sektor tersebut menjadi kebutuhan dasar dan menjadi program utama pemerintah.

Pemprov Sultra dan Pemkab Konkep sudah seharusnya memikirkan masa depan masyarakat di sana dengan menetapkan sebagai penghasil pertanian dan perikanan terbesar di Sultra. Ini yang lebih baik, dari pada menetapkan sebagai zona pertambangan.

Berdasarkan hasil rapat di Kementerian ATR/BPN maka Pemprov Sultra dan Pemkab Konkep dapat melakukan pertemuan lanjutan sebelum pemilihan umum (Pemilu) tahun 2019. Sebab, kesimpulan dari permasalahan yang ada sudah didapatkan yakni, sepakat mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Konkep.

Diketahui terkait pemberian, evaluasi bahkan rekomendasi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 sebagai mana diubah menjadi UU Nomor 9 tahun 2015 tentang pemerintah daerah, kewenangan sepenuhnya berada pada Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.

UU Nomor 23 tahun 2014 sudah jelas bahwa kewenangan soal pertambangan ada di tangan Ali Mazi sebagai Gubernur. Maka untuk kepentingan masyarakat banyak, tidak ada alasan bagi beliau harus memutuskan sesuai harapan masyarakat. Cabut 15 IUP di wilayah yang sering dikenal dengan sebutan Pulau Kelapa itu.(***)

Penulis: Pemerhati Masyarakat Lingkar Tambang Sultra