PENASULTRA.COM, BUTON TENGAH – Pemberian izin 1000 Ha dari 4906 Ha lahan batu gamping kepada PT. Diamond Alfa Propertindo (DAP) di Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah (Buteng) kembali menuai kritikan besar dikalangan pemuda dan masyarakat.
Beberapa waktu lalu, front masyarakat menolak tambang melakukan aksi demo menolak pemberian izin usaha pertambangan (IUP) tersebut. Kini puluhan orang kembali menggelar aksi demonstrasi dengan penolakan yang sama di Kantor Bupati Buteng, Kamis 7 November 2019.
Namun, kali ini massa aksi berasal dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Watorumbe, Watorumbe Bata, Gundu-Gundu (Hipmawabagu).
“Demo sebelumnya di kecamatan Mawasangka Tengah, saat itu kami dijanjikan kalau pemkab akan turun survei dilapangan. Makanya kami datang lagi untuk meminta hasil survei yang sudah dijanjikan kepada kami,” kata salah seorang peserta aksi demo, Saharudin saat hearing bersama perwakilan Pemkab Buteng, Kamis 7 November 2019.
Pada kesempatan itu, massa aksi meminta Pemkab Buteng bersama DPRD Buteng dan PT. Diamon Alfa Propertindo untuk membuka dialog bersama masyarakat Mawasangka dan Mawasangka Tengah untuk menyelesaikan persoalan penambangan tersebut.
Sebab, musyawarah sebelumnya dinilai tak efektif karena hanya dilakukan oleh PT. Diamon Alfan dan para tokoh adat di dua desa saja.
“Sebelumnya pihak perusahaan hanya melibatkan tokoh adat desa Gundu-Gundu dan Gumanano. Sementara yang diharap bukan hanya di desa itu. Saya sangat berharap Pemkab Buteng untuk memfasilitasi membuka forum membahas ini, agar cepat dapat titik terangnya,” tegas massa aksi lainnya, Harumin.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buteng, H. Alimuddin mengatakan, pihaknya tidak menjanjikan melakukan survei, tetapi untuk memastikan kesepakatan sebelumnya antara tokoh adat setempat bersama PT. Diamond Alfa Propertindo.
“Yang membuat MoU atau kerjasama adalah para pemangku adat di wilayah itu bersama perusahan. Mereka melakukan musyawarah, oleh karena itu, Kita mau selesaikan itu kesepakatannya apakah terlalu kecil atau masyarakat disini dirugikan atau bagaimana,” jelasnya.
“Memang betul hanya dua desa. Maka penting untuk kita dudukan kembali dan kita undang semua desa yang masuk dalam IUP perusahaan ini termasuk teman mahasiswa,” tambahnya.
Menurutnya, massa aksi meminta menetapkan deadline waktu pertemuan kembali pada 25 November 2019 mendatang dan dilaksanakan di Kecamatan Mawasangka Tengah.
“Kami tidak bisa menentukan waktunya kapan karena kami mesti melapor kepimpinan dan mengkonfirmasi kesiapan perusahan dulu. Tapi Insyah Allah kita akan usahakan,” tutupnya.
Penulis: Amrin Lamena
Editor: Yeni Marinda