PENASULTRA.COM, JAKARTA – La Ode Ida kian keras menyoroti lahirnya pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) yang hingga saat ini masih saja dipolemikkan masyarakat dan mahasiswa di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Jika dikatakan penerbitan suatu IUP belum tentu bisa operasi, Ida tak memungkirinya. Memang betul. Namun, kata komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) itu, harusnya hal tersebut hanya terjadi akibat beberapa hal. Misalnya, IUP baru taraf eksplorasi, dianggap tak layak secara ekonomi, tak penuhi syarat lingkungan atau pemiliknya tak miliki kemampuan finansial.
“Namun kalau sudah pada tahap IUP Operasi Produksi (OP) maka seharusnya tak bisa lagi dianggap tak layak secara ekonomi maupun lingkungan. Karena sudah ada kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal dan sudah ada izin lingkungan,” beber Ida, Kamis 14 Maret 2019.
Menurutnya, kelayakan lingkungan sudah merupakan produk akademis yang dalam prosesnya harus melibatkan stakeholder kunci atau bahkan harus melewati konsultasi publik.
“Sekarang kita tinggal cek, apakah IUP-IUP di Konkep itu masih tahap eksplorasi atau produksi. Jika tahap produksi (IUP OP) maka berarti ada masalah serius dari pemberian IUP itu,” tegas mantan Wakil Ketua DPD RI itu.
Lahirnya IUP di pulau kecil (Wawonii) tak dipungkiri membuat publik bertanya-tanya. Tak sedikit pihak curiga kemungkinan adanya watak transaksional di dalamnya. Sebab, sudah menjadi rahasia umum di mana di Indonesia, sebagian pejabat atau kepala daerah telah jadi penghuni hotel prodeo lewat pintu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk di Sultra sendiri.
“Ini artinya, tak mustahil pihak lembaga antirasuah akan mendeteksi atau investigasi lebih jauh kebijakan pemberian IUP di Pulau Wawonii itu,” ujar Ida.
Namun, skenario lain mungkin bisa terjadi. Jika dicurigai ada kongkalikong dalam lahirnya IUP, kesalahan sang penerbit IUP bisa saja dilimpahkan pada masyarakat lokal. Pihak pemberi IUP akan dengan lantang menjelaskan pemberian itu sudah sesuai prosedur dan aturan. Sudah transparan. Masyarakat diberi tahu, sama sekali tak ada transaksional.
Kenapa anda-anda dulu tak protes atau demonstrasi? Kenapa baru kali ini protes atau demonstrasinya? Jangan-jangan ada yang tunggangi? Ya, terserah mau bilang apa, pejabat pemberi IUP rupanya merasa punya kewenangan untuk menilai dan membenarkan diri sendiri.
“Yang bersangkutan (penerbit IUP) tak sadar bahwa masyarakat sekarang sudah tak bodoh-bodoh amat, sudah melek administrasi, melek hukum. Sudah kian miliki critical awareness. Begitulah. Tapi faktanya sekarang IUP itu bermasalah,” pungkas La Ode Ida.(a)
Penulis: Mochammad Irwan