PENASULTRA.COM, JAKARTA – Adanya Surat Keputusan (SK) terbaru Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) Nomor 291/PL.02.4-Kpt/06/KPU/I/2019 tentang petunjuk teknis fasilitas penayangan iklan melalui media bagi peserta pemilihan umum (Pemilu) serentak 2019 yang menghilangkan iklan pada media daring (online) dinilai tidak adil oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).
Untuk itu, dengan tegas, SMSI memberikan somasi kepada KPU RI.
“Kami beri waktu paling lambat 3×24 jam sejak dikirimkannya somasi ini (22 Februari 2019),” tegas Ketua Departemen Hukum Pengurus Pusat SMSI, Cecep Syapudin melalui rilis persnya, Jumat 22 Februari 2019.
Menurut Cecep, KPU haruslah adil terhadap pelaku usaha media siber (online). Jangan hanya memperhatikan media arus utama atau media konvensional seperti koran, televisi, dan radio. Apalagi, saat ini kita berada pada era digital, dimana internet adalah kebutuhan utama setiap manusia.
“Maka media online juga layak mendapatkan porsi iklan kampanye peserta Pemilu 2019, baik itu iklan kampanye Capres dan Cawapres, Caleg, dan Parpol,” kata Cecep.
Media daring secara umum adalah saluran komunikasi yang terjadi secara online melalui situs web di internet, baik itu berisi teks, foto, video, atau musik.
“Dengan kata lain, semua jenis saluran komunikasi yang ada di jaringan internet adalah semua yang berhubungan dengan komunikasi massa,” jelasnya.
Cecep menilai, ada ketidaksinkronan antara Keputusan KPU RI yang baru khususnya pada Pasal 275 huruf f, Pasal 287, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 294, Pasal 295 dan dengan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018.
Dalam ketentuan pasal 275 huruf f dan pasal-pasal tersebut diatas dalam UU Pemilu disebutkan, kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267
dapat dilakukan melalui iklan media massa cetak, media massa elektronik, dan internet.
“Dan lampiran keputusan tersebut BAB I huruf A disebutkan, salah satu metode kampanye yang dapat dilakukan oleh peserta Pemilu adalah melalui iklan media, baik media cetak, media elektronik, maupun media dalam jaringan. Namun, pada BAB II huruf B, jenis dan jumlah media yang di fasilitasi hanya media cetak (koran), media elektronik (televisi dan radio), tidak mencantumkan media dalam jaringan sebagaimana diatur pada BAB I huruf A,” paparnya.
KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan fasilitator, kata Cecep, seharusnya melaksanakan amanat ketentuan diatasnya in casu UU Pemilu dan PKPU.
“Keputusan KPU ini jelas bertentangan dengan peraturan lebih tinggi dan menciderai keadilan bagi kami pelaku usaha media siber karena KPU RI tidak memfasilitasi media online sebagai salah satu sarana media,” tekannya.
Jika KPU RI tidak mengindahkan somasi ini, tambah Cecep, maka pihaknya akan mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Termasuk namun tidak terbatas pada uji materi ke Mahkamah Agung (MA) RI dan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik ke DKPP,” pungkasnya.(a)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Ridho Achmed