DPMPD Muna Dinilai Menghambat Pembangunan Desa

PENASULTRA.COM, MUNA – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (DPMPD) Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, faedahnya dipertanyakan. Hal ini bisa dilihat dari sejauh mana tupoksi DPMPD ini dalam mendorong pemberdayaan desa desa di Muna?

Instansi ini dinilai tidak memiliki peran signifikan untuk meningkatkan pemberdayaan dan pembangunan desa. Tugas Dinas yang dikomandoi La Ode Darmansyah ini hanya membuat rumit laju pembangunan di desa dengan urusan administrasi yang berbelit belit.

Sebut saja pengelolaan Dana Desa (DD) 2019. Memasuki awal Agustus 2019, dana desa di 124 desa di Muna belum ada yang cair. Pasalnya DPMPD Muna menerbitkan regulasi desa berupa rekomendasi pencairan dana desa dari DPMPD. Regulasi ini dinilai menghambat pembangunan desa karena rumitnya proses pencairan dana desa tersebut.

Kewajiban desa untuk mendapatkan rekomendasi pencairan DD dari DPMPD dinilai sebagai akal akalan DPMPD untuk mengikat dan mengintervensi secara politik desa desa di Muna. Apalagi Pilkada Muna 2020 sudah didepan mata.

Pemerhati Desa Nusantara Fajarrudin menilai, regulasi yang dibuat oleh DPMPD tersebut menyimpang dan inprosedural. Yakni diluar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Pengelolaan DD sudah diatur dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 tidak boleh dihambat hanya karena ada kepentingan di daerah,” ucap Fajar, Jumat 26 Juli 2019.

Menurut Fajar, memasuki triwulan ketiga, sebanyak 124 desa di Kabupaten Muna, hingga kini belum juga melaksanakan proses pembangunan desa. Karena rumitnya pencairan DD.

Dana desa kata Fajar sudah sebulan lebih ditransfer dari rekening negara ke rekening daerah. Namun dana ini masih diendapkan di kas daerah.

“DD di Muna sudah 60 persen yang cair dari kas negara ke kas daerah. Tapi yang barusan ditransfer dari kas daerah ke desa itu baru 20 persen. Sementara 20 persennya yang mau dicairkan oleh bendahara desa ini harus ada rekomendasi dari dinas terkait. Ini lah kerumitan yang dibuat DPMPD Muna,” kata Fajar.

Mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Makassar itu menyebutkan, 60 persen dana desa yang masuk dari kas negara ke kas daerah itu jika dikalkulasi dari 124 desa yang ada di Muna, sebanyak Rp 73.970.624.600. Sedangkan 20 persen yang dicairkan dari kas daerah ke kas desa Rp24.656.849.400.

Sementara 40 persen sisanya, Rp49.313.725.200 masih ada di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan diduga masih mengendap di Bank Sultra Kabupaten Muna.

“Ini daerah juga mau ambil keuntungan lagi dengan mengendapkannya di bank,” ucapnya.

Fajar juga menyinggung kinerja pendamping desa di Muna yang tidak punya peranan mendorong pemberdayaan desa. Malah pendamping desa ini hanya manut manut di ketiak DPMPD menunggu honor tiap bulan. Urusan pendamping desa pun hanya urusan administrasi tanpa substansi yang tidak korelasi dengan kemajuan suprastruktur dan SDM aparatur desa.

“Kenapa bisa ada keterlambatan dan mempersulit desa dimana kerjanya pendamping desa dalam mengawal pemberdayaan desa,” sambungnya.

“Saya hawatir jangan sampai regulasi ini sengaja dibuat oleh DPMPD Muna untuk dijadikan alat meraup pundi-pundi dari dana desa,” tudingnya.

Fajar mengaku akan melaporkan DPMPD Muna ke Polda Sultra karena membuat regulasi sepihak dan mengakibatkan proses pemberdayaan dan pembangunan desa terhambat.

“Kita juga akan laporkan ke kejaksaan sambil mengumpul data-data yang mendukung bahwa regulasi yang sengaja dibuat oleh DPMPD ada upaya penyalagunaan wewenang dan penyalagunaan anggaran DD,” tutup Fajar.

Sampai berita ini diterbitkan Kepala DPMPD Muna belum berhasil dikonfirmasi.(a)

Penulis: Sudirman Behima
Editor: La Ode Kasmilahi