Oleh: La Ode Muhammad Azdhar Baruddin
Sekarang ini merupakan jaman milenial dimana akses informasi sudah dengan mudah untuk didapatkan. Hanya dengan sekali “klik” apa yang diinginkan sudah terpampang dengan jelas di layar gadget. Namun, hal itu tidak mampu menggantikan peran seorang guru yang mengajar, mendidik dan membina murid. Walaupun kita sudah dimanjakan dengan teknologi tapi guru tetap berada di posisi pertama sebagai pembentuk karakter, serta pemberi pengetahuan.
Pernah tidak anda mengalami masalah di sekolah? Bagaimana guru anda ikut andil dan sebagai orang pertama membantu anda. Atau mungkin anda pernah sakit di sekolah? Bagaimana guru anda merawat anda, menyayangi anda, sadar tidak saat itu mereka sesaat beralih profesi sebagai perawat atau dokter?
Guru juga bahkan berubah menjadi mesin google. Tidak jarang ketika anak muridnya mengalami kesulitan tentang pelajaran, pastinya mereka akan mencari guru untuk menanyakan tentang pelajaran itu. Gurupun pasti menjawab semua pertanyaan itu tidak peduli sebanyak atau sesulit apa soal yang telah ditujukan padanya.
Guru bukan persoalan mengajarkan “1+1=2”. Mereka juga bukan sekedar profesi yang mengajar kemudian dibayar, namun mereka adalah multi talenta. Ketika dianalogikan dengan pelalatan permesinan guru adalah kunci inggris, dianalogikan dengan perabot rumah tangga adalah panci serba guna dan ketika dianalogikan dengan bumbu dapur adalah bumbu serba guna.
Guru memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa. Hal itu jelas tercantum dalam Amanat Pembukaan UUD 1945.
Kesejahteraan
Banyak polemik yang timbul saat ini dimana telah tersiar di media tentang Guru Honorer yang meminta kesejahteraan dengan mengharapkan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Memang pemerintah membuka seleksi CPNS, namun kuota yang dibutuhkan tidak sesuai dengan banyaknya guru honorer yang ada di seluruh wilayah NKRI. Kemudian dengan adanya batasan umur yang diberikan maksimal 35 Tahun. Ini menjadi tantangan terberat bagi pemerintah, mau dikemanakan mereka yang merupakan pahlawan pendidikan? Karena kemajuan suatu negara itu tidak terlepas dari peran guru. Orang menjadi sukses, menjadi pintar, menjadi pemimpin sekalipun itu karena jasa guru.
Pemerintah juga sudah memberikan sertifikasi dan itu sangat membantu para guru. Kemudian memberikan dana terpencil (Dacil), meskipun Dacil tersebut tidak merata dan bahkan dihilangkan di beberapa daerah. Paling tidak ada usaha yang dilakukan pemerintah dalam memberikam kesejahteraan kepada guru.
Namun sebenarnya masih banyak guru yang tidak diperhatikan seperti yang ada di daerah perbatasan, daerah terpencil atau pelosok, kepada siapa mereka harus mengadu?
Parahnya bahkan mereka pun sudah tidak dihargai oleh murid-muridnya. Ketika anak murid ditegur karena merokok di sekolah, murid marah dan melapor ke orang tua, kelirunya lagi orang tua malah marah dan lapor polisi.
Bagaimana sebenarnya arah pendidikan Bangsa Indonesia ini kedepannya? Kemana kalian semua pemimpin Bangsa ini yang telah menjadi besar namun melupakan jasa gurumu?
Jelas dalam amanat UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan Bangsa” dan itu dititik beratkan kepada guru. Tetapi nasib para guru, para pahlawan Pendidikan telah diabaikan. Begitu banyak orang pintar, sukses, kaya yang lahir dari goresan kapur tulis dan tinta spidol di papan tulis yang dibuat mereka.
Sesaat kita menengok ke belakang! Ingat tidak dengan gambar yang bertuliskan Tut Wuri Handayani? Itu melekat di dasi sekolah, topi sekolah, baju sekolah. Tidak hanya itu, semboyan itu juga menjadi bagian dari lambang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Semboyan tersebut tidak hanya tercantum begitu saja namun memiliki arti. Kalau kita melihat dan menelaah sejarah, Tut Wuri Handayani adalah salah satu semboyan yang digunakan oleh Bapak Pendidikan Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan sistem pendidikannya.
Ki Hajar Dewantara memiliki 3 semboyan yang saling terkait yaitu: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani, ini dituliskan dalam bahasa Jawa.
Ing ngarsa sung tulada artinya ketika berada di depan seorang guru harus bisa memberi teladan dan contoh tindakan yang baik. Ing madya mangun karsa artinya ketika berada di tengah murid-muridnya seorang guru harus dapat menciptakan ide dan membangun semangat. Tut wuri handayani artinya, ketika berada di belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
Dari arti semboyan tersebut harusnya kita sadar begitu besar tanggung jawab seorang guru kepada muridnya. Sebagai teladan, kreatif, motivator, itu bukan tugas yang mudah. Guru selalu memberikan contoh yang baik di lingkungan keluarga dan juga lingkungan sekitar tempat tinggalanya, sehingga itu menjadi panutan kepada semua anak muridnya.
Pemerintahpun harusnya berupaya memperhatikan kesejahteraan guru! Kita akan balas dengan apa semua jasa-jasa mereka? Memang mereka tidak meminta sedikit dari gaji setiap anak muridnya yang sukses, melihat dan mendengar anak muridnya sukses itu merupakan kebahagian yang luar biasa bagi mereka.
Kualitas
Disamping memperhatikan kesejahteraan para guru, perlu adanya peningkatan kualitas kepada para guru sehingga murid betul-betul cerdas dan beradab. Memajukan mutu pendidikan itu tergantung pada kualitas guru. Karena untuk melahirkan generasi yang cerdas harusnya guru sebagai tokoh utama dalam dunia pendidikan terus dituntut memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut dilakukan agar output yaitu murid selaku generasi penerus Bangsa memiliki kualitas pula, mampu bersaing, cerdas dan juga beradab.
Banyak persoalan saat ini, mungkin karena banyak guru yang usia tua atau memang kurangnya pelatihan yang dilakukan oleh institusi atau dinas terkait. Dimana ada beberapa guru yang memang kurang kompeten. Buktinya ketika menggunakan komputer masih banyak yang belum bisa, dan memang ini mayoritas terjadi pada guru yang usianya tua atau guru senior.
Pemerintah perlu mencari langkah tepat untuk menangani hal tersebut, salah satunya terus melakukan pelatihan sehingga SDM yang dimiliki oleh staf pengajar yaitu guru sesuai dengan yang diinginkan. Kemudian juga revolusi mental perlu dilakukan kepada guru seperti tidak hanya menarget materi cepat selesai namun juga mendorong pemahaman kepada murid terhadap apa yang diajarkannya.
Yang paling terpenting juga yaitu Revolusi mental kepada para murid, orang tua murid harusnya dilakukan sehingga mencegah terjadinya tindakan yang tidak baik kepada guru yang dilakukan oleh para murid.
Guru, begitu besar jasa dan pengorbanan yang engkau berikan untuk Bangsa ini. Begitu hebat engkau tidak pernah mengeluh, ikhlas dalam mengajar dan mendidik kami.
Di hari yang bersejarah ini kalimat yang tepat kami sampaikan sebagai bentuk penghargaan kami “Engkaulah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2018.(***)
Penulis: Ketua Wa Ode Rabia (WRB) Comunity