PENASULTRA.COM, KENDARI – Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tengggara (Sultra) Asrun Lio, mengatakan sekolah yang meminta iuran komite berarti kurang pahamnya pengajar atau guru-guru di sekolah tersebut.
Menurutnya, komite sekolah adalah bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS) yang merupakan perkumpulan orang tua siswa atau murid.
“Sebelumnya namanya Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3),” kata Asrun Lio, Selasa 9 Januari 2019.
Dikatakannya, komite sekolah hadir untuk membantu sekolah termasuk dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
“Misalnya sekolah akan membangun pagar sekolah tapi biayanya belum cukup. Komite sekolah dapat membantu, tetapi dalam bentuk bahan atau barang bukan dalam bentuk uang. Tidak hanya berkontribusi dalam fisik tapi juga pemikiran,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sesuai Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 Pasal 10, 11, dan 12 disebutkan bahwa sekolah dilarang melakukan pungutan kepada murid dan wali murid.
Meski demikian, sambungnya, Pasal 10 membolehkan komite sekolah melakukan penggalangan dana untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Tetapi dengan catatan, penggalangan dana yang dilakukan dalam bentuk bantuan sumbangan, sukarela, dan tidak ditentukan jumlahnya serta tidak terikat oleh apapun.
“Pasal 11 dan 12 ditegaskan, untuk penggalangan dana juga asal dan sumbernya harus jelas,” ulasnya.
Untuk itu, Asrun menghimbau, semua sekolah menghentikan cara-cara yang terkesan pungli atau pungutan liar.
“Taat saja pada aturan yang sudah ditetapkan. Mungkin karena guru-guru ini kurang membaca atau kurang sosialisasi. Jika masih ada sekolah yang melakukan itu, pertama akan diberi teguran keras melalui surat. Jika tidak diindahkan konsekuensinya mereka akan berhadapan dengan aparat penegak hukum,” tandasnya.(b)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: La Basisa