PENASULTRA.COM, JAKARTA – Sebelumnya, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam (NA) divonis 12 tahun hukuman penjara oleh Hakim peradilan Tipikor KPK karena terjerat kasus korupsi terkait Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.
Dikutip dari Detik.com uang yang diperoleh Nur Alam dari pengurusan izin pertambangan sebesar Rp2,7 miliyar. Uang itu digunakan Nur Alam untuk membeli rumah di kompleks perumahan Premier Estate Blok I/9 seharga Rp 1,7 miliar serta mobil BMW Z4 seharga Rp 1 miliar.
Akibat Kasus ini, ia mesti menjalani hukuman penjara selama 12 tahun berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 2633 K/PID.SUS/2018 Tanggal 5 Desember 2018.
Kasus tersebut kembali disuarakan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Parlemen Watch (IPW) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muliadi. Ia mengatakan kesaksian Mantan Gubernur Sultra, Nur Alam dipersidangan kasus tambang beberapa waktu lalu di PN Kendari justru membuktikan bahwa terjadi dugaan kuat modus pencucian uang seperti kasus sebelumnya yang menjeratnya.
“Dugaan kami mantan Gubernur Sultra Nur Alam kembali melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang merupakan suatu upaya perbuatan melawan hukum untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar harta kekayaan seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal,” jelasnnya, Jumat 26 Maret 2021.
Hal ini juga mendapatkan tanggapan serius dari Ketua Pemerhati Hukum dan Korupsi Indonesia, Arfah. Arfah menegaskan patut diinvestigasi secara tuntas, dan menyeluruh karena sangat jelas Nur Alam mengakui memberikan uang sebagai modal usaha pertambangan kepada beberapa kolega. Kata dia, hal itu disampaikan oleh NA saat bersaksi di PN Kendari.
“Bukan mustahil bila modus ini juga dilakukan pada beberapa kegiatan usaha yang melibatkan keluarga atau kolega Nur Alam,” ungkapnya.
Kedua lembaga tersebut juga menyarankan bahwa sebaiknya aparat hukum dalam hal ini KPK segera melakukan penelusuran terhadap dugaan praktik pencucian uang atau money laundry dan dugaan gratifikasi pada kasus berbeda dalam lingkup pertambangan oleh mantan Nur Alam Gubernur Sultra periode 2013-2018 yang saat ini menjadi narapidana kasus korupsi pertambangan.
“Bahwa sebaiknya aparat hukum komisioner KPK segera melakukan penelusuran terhadap dugaan Praktek pencucian uang atau money laundry oleh saudara Nur Alam. yang kelihatannya begitu bebas berkeliaran meski dalam status narapidana,” protes Arfah.
Penulis: Irvan