Pembayaran Buku Rapor SDN 9 Lasalepa Memberatkan Siswa

Pena Pendidikan3,174 views

PENASULTRA.COM, MUNA – Puluhan orang tua siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 9 Lasalepa Desa Kombungo Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna mengeluhkan pungutan Rp50.0000 dari pihak sekolah untuk pembelian map atau sampul laporan hasil belajar siswa.

Orang tua siswa inisial WT (40) mengaku kesal kerena sampai saat ini pihak sekolah belum membagikan sampul laporan yang di bayar tersebut kepada siswa, padahal sudah dilunasi sejak beberapa bulan lalu.

“Saya membayar Rp200 ribu karena anak saya 4 orang yang sekolah di situ (SDN 9 Lasalepa). Tapi sampai sekarang belum di bagikan juga. Dan sekarang sudah diganti juga kepala sekolahnya. Nanti kalau tidak diberikan buku lapornya saya akan minta kembali uangku,” tutur WT kepada awak media ini.

Terpisah, Kepala sekolah SDN 9 Lasalepa menjelaskan bahwa siswanya berjumlah 55 orang dengan jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekitar Rp200 ribu lebih per siswa per triwulan. Numun ia mengatakan bahwa untuk pengadaan buku laporan tidak bisa dianggarkan dari dana BOS tersebut.

“Kalau di SDN 6 Katobu tempat mengajar saya sebelumnya mereka membayar Rp60 ribu. Sebenarnya disini masih mending, murah kalau Rp50 ribu itu. Di mana-mana itu membayar. Tapi itu masih kepala sekolah lama yang urus, saya belum terlibat disitu karena saya baru 1 bulan menjadi kepala sekolah di sini,” jelas Murniati M Zairin Kepala SDN 9 Lasalepa saat ditemui di ruang kerjanya, Senin 20 Januari 2020.

Hildawati Damu operator Dapodik SDN 9 Lasalepa menambahkan bahwa buku laporan pada kurikulum 2013 berbeda dengan buku laporan pada kurikulum sebelumnya, karena penilaiannya portofolio dan dibuat perlembar, sehingga diperlukan sampul atau map sebagai tempat laporan hasil belajar siswa tersebut.

“Dan itu sudah keputusan rapat bersama komite. Sekarang map laporan itu masih sementara dipesan. Masih kepala sekolah lama yang urus. Dia yang pesan. Dan rapor itu kan bisa dipake sampai SMP dan SMA. Dan kalau kita ambilkan di dana bos bisa-bisa kita juga di penjara. Karena tidak ada dalam RABnya,” kata Hildawati.

La Dama kepala SDN 9 lasalepa yang menjabat sebelumnya saat dikonfirmasi via telepon seluler membenarkan adanya pungutan itu.

“Iya betul, tapi kan saya masih sementara pesan ini. Tapi belum ada, saya sudah sampaikan sama teman-teman karena saya pesan sudah lama tapi belum ada. Rencananya saya akan kembalikan itu uang. Saya belikan map biasa saja yang harga Rp7 ribuan. Saya pesan di prayogi, tapi saya cek kembali katanya susah dibikin. Waktu saya tanyakan di toko harganya sekitar lima puluh ribuan, tapi bisa kurang juga. Jadi, nanti saya kembalikan saja. Nanti saya datang lagi di sekolah baru saya luruskan itu,” kata La Dama.

Sementara itu, Ombudsman perwakilan provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) saat di konfirmasi terkait dengan hal tersebut mengatakan bahwa tidak ada alasan apapun yang membolehkan pihak sekolah untuk mengambil pungutan dari siswa maupun orang tua siswa.

Kepala perwakilan Ombudsman Sultra, Mastri Susilo menjelaskan bahwa terkait dengan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) anggarannya semua sudah terkaver dalam dana BOS.

Mestinya terkait buku rapor, buku, alat tulis dan segala keperluan dalam proses KBM sudah ditanggulangi oleh dana BOS.

“Jadi walaupun tidak tertulis dalam RAB dana BOS, tapi itu kan bagian dari proses belajar mengajar. Jadi, nda boleh kalau sekolah mengambil pungutan itu. Dan jangan karena itu tidak tertulis sehingga mau dimanfaatkan untuk mengambil pungutan,” tegas Mastri Susilo saat dihubungi melalui telepon selulernya.

Lebih lanjut Mastri menjelaskan bahwa dalam peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 komite bertugas untuk melakukan monitoring terkait proses KBM, peningkatan mutu, dan juga bisa melakukan penggalangan dana tapi sifatnya sukarela. Kesepakatan untuk menentukan besaran uang pungutan merupakan bagian dari pelanggaran oleh komite itu sendiri.
“Jadi tidak ada alasan apapun yang boleh dilakukan oleh komite untuk mengambil pungutan. Apa lagi sekarang ini wajib belajar 9 tahun,” sambung Mastri.

Mastri menyayangkan adanya pungutan dari pihak sekolah tersebut, sehingga ia berharap jika ada masyarakat atau orang tua siswa yang merasa keberatan bisa langsung melapor ke pihak Ombudsman.(*)

Penulis: La Ode Husaini