Tegakkan Hak Fidusia, Begini Cara Kerja Perusahaan Jasa Eksekutor

Pena Bisnis1,083 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Dahulu, mendengar nama depkoleptor alias penagih utang memang kadang membuat para pengutang ketar ketir. Gimana tidak, jasa penagih utang ini kerap dikait-kaitkan dengan sebutan para preman bayaran yang terkadang kasar dan sadis dalam setiap kali aksinya.

Sebut saja di antaranya tokoh ternama yang mengusai sebagian besar wilayah bisnis di ibu kota Jakarta, Hercules dan Jhon Key.

Namun, sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginstruksikan agar pola penagihan utang menggunakan mekanisme depkoleptor (tanpa badan hukum) tersebut diubah, maka tumbuhlah ‘preman-preman berdasi’.

Direktur Utama PT Resky Syifa Sejahtera, Rizal, SH menjelaskan, pada hakekatnya, fidusia adalah hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikanya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda atau debitur.

“Kebendaan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang dijaminkan fidusia masih tetap ditangan debitur, sedangkan kreditur menguasai surat-surat atas bukti kepemilikan kebendaan dari tangan debitur yang diserahkan kepada kreditur,” terang Rizal, Minggu 2 Desember 2018 malam.

Bos perusahaan jasa eksekutor ini mengatakan, sifat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial dan penerima fidusia berhak untuk menjual barang fidusia.

“Hak untuk dapat menjual barang inilah yang merupakan unsur daya paksanya. Mengapa disebut berdaya paksa? Karena penerima fidusia atau leasing berhak melakukan penjualan, hukumnya hanya pemilik yang dapat menjual barang,” jelas Rizal.

Dalam sistem penjaminan fidusia, kata pria bertubuh kekar ini, hak kepemilikan atas barang fidusia telah dialihkan ke dalam kekuasaan penerima  fidusia. Peralihan hanya bersifat penyerahan belaka.

Sementara itu, hak milik atas barang fidusia pada prinsipnya masih dimiliki oleh pemilik sebenarnya, yaitu pemberi fidusia atau bisa jadi debitur. Namun untuk sementara hak tersebut dialihkan atau dipegang oleh penerima fidusia.

Rizal membeberkan, eksekusi yang dilakukan tim eksekutor ini dibenarkan oleh UU Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sehingga, pada pengejawantahannya di lapangan, eksekusi jaminan fidusia tidak perlu melalui keputusan hukum tetap.

“Tim eksekutor ini sebelumnya harus memiliki sertifikat jaminan fidusia menggunakan kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya, kekuatan eksekutorialnya sama dengan kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap,” tegasnya.

“Disinilah peran kami sebagai perusahaan jasa eksekutor atas dasar kuasa tugas dari pemberi fidusia atau leasing,” tambahnya.

Rizal menambahkan, jasa penagihan tidaklah selalu arogan atau kasar dalam menangani kasus kredit macet atau bermasalah dalam penanganan objek jaminan fidusia. Akan tetapi, pihaknya lebih mengedepankan negosiasi agar persepktif pandangan konsumen terhadap perusahaan jasa menjadi lebih positif.

“Tujuan akhir kami hadir di tengah kebutuhan mitra leasing di dalam urusan penagihan untuk mengembalikan citra mitra kami di dalam menjalin hubungan baik dengan konsumen atau nasabah untuk urusan kredit macet atau kredit bermasalah,” pungkasnya.(b)

Penulis: La Ode Muh. Faisal
Editor: Ridho Achmed