PENASULTRA.COM, KENDARI – Keputusan dewan juri acara festival dan lomba seni siswa nasional (FLS2N) anak berkebutuhan khusus (ABK) pada 15 April 2019 lalu diduga bertindak diskriminasi.
Pasalnya, pada 16 April saat pengumuman pemenang lomba, sekolah yang mendapat juara mestinya didiskualifikasi lantaran dinilai tidak memenuhi petunjuk teknis (juknis) hasil tehnikal meeting.
“Juknis yang dilanggar yakni musik iringan tari berupa CD, USB atau MP3 disiapkan peserta. Juara satu dari Muna Barat (Mubar) musik iringannya menggunakan gendang atau musik live,” ungkap, Zulfitriani Harlip, guru pendamping SMA luar biasa (LB) Anugrah Hati asal Kabupaten Muna, Kamis 2 Mei 2019.
Padahal menurut Fitri–sapaan karib Zulfitriani Harlip–, sebelum kegiatan, dalam tehnikal meeting semua juknis telah disepakati.
“Makanya saya marah-marah pada saat pengumuman juara. Kita kaget yang juara Mubar. Sementara di jukniskan dituliskan tidak pakai musik live, mereka diiringi gendang. Di tehnikal meeting sempat saya singgung musik pengiringnya, tapi mungkin jurinya kurang dengar atau bagaimana,” beber Fitri bernada kesal.
Sebelum lomba usai tenikal meeting, Fitri mengaku telah bertemu dengan salah seorang juri yang didampingi oleh pelatihnya. Saat itu juri bahkan lantang mengatakan akan mendiskualifikasi peserta yang melanggar salah satu juknis. Namun anehnya, juri tersebut hanya memberitahukan SMALB dari Kota Kendari. Peserta asal Kabupaten Mubar justru tak disampaikan.
“Kenapa hanya Kendari yang disuruh ganti musiknya dari live jadi rekaman? Seharusnya juri kasih tau langsung atau kumpul kita semua baru dijelaskan. Karena kita semua satu hotel tidak kemana-kemana. Mestinya juri lapor ke panitia,” ujar Fitri.
Pihaknya, kata Fitri, tak mengharapkan juara, hanya saja ia merasa juri terkesan mengada-ngada dalam menjalankan juknis.
“Saya hanya minta mereka bertindak dan mengambil keputusan sesuai aturan. Malah ada juri yang melontarkan bahasa tak enak ke pelatih kami, katanya kita kan pelatih nasional masa hal-hal begini tidak bisa ditolerir. Ada apa ini, makanya saya sempat bingung,” tuturnya sembari menambahkan bahwa hingga saat ini, belum ada jawaban atau penjelasan dari juri ataupun panitia terkait komplain ini.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun Lio yang berhasil dikonfirmasi menegaskan bahwa sebelum lomba selalu diawali dengan teknikal meeting untuk menyetujui aturan main termasuk juknis suatu kegiatan.
“Jadi seharusnya komplain itu tidak terjadi karena keputusan hasil teknikal meeting. Yang disepakati bersama itulah diikuti. Peserta teknikal meeting itu adalah juri dan pendamping, mereka sepakati baru lomba bisa dimulai,” kata Asrun singkat.(b)
Penulis: Yeni Marinda
Editor: Bas