Pembukaan MTQ XXVII Sultra
PENASULTRA.COM, BUTON UTARA – Pawai Taaruf Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke-27 Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2018 di Kabupaten Buton Utara (Butur) berlangsung meriah, pada Selasa pagi 20 Maret 2018.
Pawai yang merupakan ajang pengenalan para kafilah peserta MTQ ini menjadi moment yang sangat penting dalam pentas MTQ XXVII di Kabupaten Butur.
Pantauan PENAAKTUAL.COM, pawai yang diikuti 17 kabupaten dan kota di Sultra ini, dilepas oleh Wakil Bupati Butur Ramadio. Pawai berjalan tertib dan meriah dalam iring-iringan mobil hias masing-masing kafilah. Mereka bergerak dari garis start di Gedung Sarana Olahraga (GOR), melintasi sejumlah jalan protokol di kecamatan Kulisusu, bergerak menuju jalan kompleks perkantoran sara’ea lalu menuju jalan Lipu dan berakhir di masjid raya Ereke.
Momentum ini juga digunakan oleh para khafilah untuk menampilkan karakter atau ciri khas masing-masing daerah. Banyak hal unik, mulai mobil hias, baju adat, hingga pada parade serta sinopsis keunggulan masing-masing daerah yang ikut memeriahkan pawai Ta’aruf itu.
Khafilah Butur sebagai tuan rumah dipimpin Sekda Butur Muh Yasin menurunkan 2.500 kafilah, diiringi mobil hias bernuansa keagamaan sepanjang 13 meter dan lebar 5 meter.
Sejumlah unsur pimpinan daerah tampak menyambut rombongan pawai. Mulai Pj Gubernur Sultra Teguh Setyabudi, Bupati Butur Abu Hasan. Turut pula, Dandrem 143/Haluoleo Kolonel Arm Dedi Nurhamidan, Bupati Buteng Sahamuddin Lantau, Bupati Buton La Bakry, Bupati Busel Agus Faisal Hidayat, Pj Walikota Baubau Hado Hasina, Bupati Muna Barat Rajiun Tumada, Bupati Muna Rusman Emba, Wakil Bupati Wakatobi Ilmiati Daud, Plt Walikota Kendari Sulkarnain, Bupati Konsel Surunuddin, Bupati Konawe Kepulauan Amrullah, Wakil Bupati Koltim Adi Merya, Pj Bupati Kolaka Masmuddin, Wakil Bupati Bombana Johan Salim dan Bupati Konawe Utara Ruksamin.
“Pawai ini dapat menambah antusias masyarakat untuk hadir dalam rangkaian MTQ Provinsi Sultra di Butur. Karena, pawai taaruf merupakan salah satu rangkaian kegiatan MTQ yang diikuti oleh semua rombongan kafilah peserta MTQ dengan melakukan pawai keliling kota dalam rangka menyemarakkan sekaligus menggaungkan event keagamaan ini ditengah tengah masyarakat,”ucap Abu Hasan.
Asosiasi Makna Pawai Kafilah Butur
Kafilah Butur menampilkan sepasang muda – mudi yang disebut tama mahampa (laki laki tampan) dan Randa mokesa (cewek cantik) . Tama Mahampa dan Randa Mokesa sebagai wujud panorama Butur penuh pesona. Menyusul mobil hias dengan tema Butur yang aman berbudaya dan religius menjadi Butur yang maju dan sejahtera.
Desain mobil hias ini bernuansa Islami. Pada bagian depan terdapat replika Kulisusu (kulit kerang) berisi mutiara yang ditopang oleh enam pilar utama yang melambangkan enam kecamatan cakupan wilayah Butur.
Begitupun juga dengan replika Alquran, sebagai gambaran mutiara yang menjadi tuntunan umat manusia yang mengiringi langkah menuju kehidupan yang aman.
Logo Pemda Butur sebagai bentuk yang kokoh dalam menjaga nilai-nilai islam yang terjewentahkan pada falsafah hidup. Falsafah “Tosadae, Tolekanunu, Topekalaha, Topekamasiako” menjadi spirit memperkokoh persatuan untuk membangun daerah dengan prinsip dasar Lipu Tinadeakono Sara (negeri tegaknya Adat dan Budaya).
Para kafilah ini juga membawa dulang, yang oleh warga setempat, dijadikan tempat atau alat untuk menyajikan makanan atau tempat haroa (ajang silaturahmi yang dirangkaikan dengan doa dan makan).
Dulang ini biasanya disajikan pada momen penting perayaan keagamaan pada bukan rajab, shaban, lebaran idul fitri, idul adha, maulid nabi. Serta pada momen akhir tahun setelah panen raya, nazar, maupun acara acara adat atau acara kenegaraan dimasa lalu.
Selain itu, masyarakat butur juga memperkenalkan lagu maludu, yang syarat nilai-nilai religius, dalam bentuk syair yang merupakan tradisi turun temurun. Lagu Maludu merupakan lagu yang didendangkan pada acara tertentu, misalnya saat datang Maulid Nabi Muhammad SAW, acara pernikahan, akikah, dan acara lainnya.
Lagu Maludu hanya dikhususkan bagi orang orang yang mapan ekonomi. Karena melibatkan undangan keluarga, semisal pada acara pernikahan, lagu Maludu ini biasanya diperankan oleh lebih dari satu orang saat malam poiya atau malam pacar. Tujuanya untuk menghibur dan menemani pengantin semalam suntuk duduk menunggu ijab kabul esok harinya.
Sedangkan bagi orang nazar yang sembuh dari penyakitnya dilakukan pada malam hari. Tujuanya untuk menghibur pasien yang terkena penyakit. Sedangkan, pada acara akikah juga dilaksanakan pada malam hari untuk menghibur keluarga yang bahagia mendapatkan keturunan.
Tingkatkan Ketaqwaan dan Daya Saing Daerah
Momentum MTQ Sultra 2018 ini, masing masing khafilah tentu berharap menjadi yang terbaik. Namun, tidak sedikit daerah yang menjadikannya sebagai ajang promosi daya saing dan keunggulan daerahnya.
Kafilah Butur mengusung tema “Butur yang aman berbudaya dan religius menjadi Butur yang maju dan sejahtera,”. Tema ini merepresentasi upaya Butur untuk maju sejajar dengan daerah lain di Sultra. Melalui kebijakan strategis Bupati Butur Abu Hasan saat ini yakni menjadikan Butur sebagai kawasan sentra pertanian organik di Sultra.
Sementara, PJ Gubernur Sulawesi Tenggara, Teguh Setyabudi ikut mendukung langkah Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara (Butur) dalam pengembangan pertanian organik.
Menurutnya, tidak banyak daerah di Indonesia yang berani mengikrarkan diri, sebagai sentra kawasan pertanian organik.
“Program pengembangan pertanian organik bukan hal yang mudah. Sebab, hal itu perlu pemikiran cermat dan dan pengelolaan yang baik, sehingga mendapatkan hasil yang sangat memuaskan,” kata Pj Gubernur Sultra saat memberikan sambutanya, sebelum membuka pameran pembangunan, rangkaian pelaksanaan MTQ ke-27, tingkat Provinsi Sultra di Butur, Senin 19 Maret 2018
Teguh Setyabudi menjelaskan, bahwa selain Butur, Kabupaten lain di Sultra tentu memiliki program unggulan masing masing. Semisal Wakatobi dikenal dengan keindahan bawah lautnya begitu juga Butur dikenal dengan peertanian organiknya.(ADV)