Banker Pertahanan Jepang Masih Terlihat Disepanjang Pesisir Teluk Kendari

PENASULTRA.COM, KENDARI – Ketika Jepang menguasai perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia II (1942-1943), Teluk Kendari menjadi salah satu pangkalan militer.

Berdasarkan penelusuran awak Penasultra.com, pangkalan militer itu difungsikan sebagai tempat menyuplai keperluan armada udara Jepang yang dikonsentrasikan di lapangan terbang Kendari II (sekarang Bandara Halu Oleo).

Lapangan terbang Kendari II dibangun khusus pihak Jepang kala itu, sebagai jalur aman dan terdekat untuk membombardir lawan-lawan yang berada di wilayah Samudera Pasifik dan sekitarnya.

Saat itu, Jepang membangun bungker pertahanan disepanjang muara dan pesisir Teluk Kendari dilengkapi dengan meriam pertahanan anti serangan udara.

Hal itu dimaksudkan untuk mengawal pesawat tempur yang lepas landas di lapangan terbang Kendari II. Serta, untuk mengawasi setiap kapal dan pesawat yang melintas Teluk Kendari dan sekitaranya.

Dikutip dari Kompasiana, hingga tahun 70-an, penduduk sekitar kelurahan Kampung Butung, Kota Kendari, masih dapat disaksikan puluhan banker peninggalan Jepang sepanjang di kaki perbukitan Nipanipa di pesisir Teluk Kendari.

Tiga diantaranya berada di kaki bukit Masjid Raya pertama Kota Kendari. Sembilan bunker berada di kaki bukit arah Kendari Caddi, Kampung Butung, Langi Bajo, Kampung Salo, Mangga Dua, dan Gunung Jati. Goa-goa tersebut semua mulutnya menghadap Teluk Kendari.

Kemudian beberapa tersebar di kaki bukit sepanjang Kassi Lampe, Kassi Ponco, Ponangka, Mata, dan Surue.

Seiring waktu, kini peninggalan Jepang hampir semua telah dihancurkan akibat pembangunan serta perluasan wilayah dan infrastruktur perkotaan di pesisir Teluk Kendari.

Salah satu banker peninggalan Jepang yang tersisa di sekitar muara Teluk Kendari, yakni terdapat di kaki sebuah bukit di Kelurahan Mata. Sekitar 3 km arah timur Pelabuhan Nusantara Kendari.

Tepat di tengah mulut bungker peninggalan Jepang berukuran 3×4 meter ini terdapat meriam yang masih lengkap dengan dudukannya.

Sekalipun sudah tidak berfungsi, meriam dengan panjang laras sekitar 3,5 meter dan garis tengah mulut meriam 10 cm ini masih terlihat utuh.

Meriam yang terbuat dari besi baja ini posisinya menghadap ke laut. Saat masih normal, tampaknya meriam ini dapat digerakkan kanan-kiri hingga 180 derajat dan bergerak 60 derajat ke atas.

Berdasarkan historinya, situs peninggalan Perang Dunia II memiliki potensi untuk menambah daya tarik wisatawan. Sehingga, hal ini harus menjadi perhatian khusus pemerintah daerah. (b)

Penulis: Clara Shintia
Editor: Bas