Akhiri Konflik Dua Desa di Buton, La Ode Ida Tawarkan Empat Pendekatan

Pena Kendari1,241 views

PENASULTRA.COM, KENDARI – Konflik pemuda Desa Gunung Jaya dengan Desa Sampuabalo, Kecamatan Siotapina, Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat 7 Juni 2019 lalu masih menjadi perhatian sejumlah pihak.

Tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara, La Ode Ida menegaskan konflik ini harus berakhir. Tidak boleh lagi terulang. Karena merusak citra Buton. Apalagi, mereka yang konflik itu masih dalam satu keluarga.

“Yang harus dilakukan adalah secara sistematis melakukan pemulihan dengan pendekatan budaya, sosial dan sekaligus fisik,” kata La Ode Ida melalui rilis persnya, Selasa 11 Juni 2019.

Menurut Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) itu, ada empat langkah yang harus dilakukan untuk segera mengakhiri konflik tersebut.

Pertama, langkah yang diambil Gubernur Sultra, Ali Mazi telah tepat, kemudian harus ditindak lanjuti dengan membangun posko khusus aparat keamanan di antara kampung di kawasan itu.

Kedua, katanya, memberikan bantuan ril untuk kehidupan pengungsi yang rumahnya terbakar.

“Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST) sendiri sekarang ini tengah berupaya galang dukungan bantuan sosial kemanusiaan untuk korban konflik horizontal disana,” bebernya.

Ketiga, harus membangun kembali pemukiman atau rumah-rumah yang terbakar.

“Diskresi gubernur yang meminta kontribusi setiap kepala daerah di Sultra untuk bangun fisik rumah-rumah itu adalah langkah tepat dan perlu disegerakan,” jelasnya.

Terakhir, pendekatan sosial budaya untuk damai harmoni berkelanjutan. Pemkab Buton perlu menjadikan pendekatan ini sebagai program budaya yang berkelanjutan.

“Catatlah misalnya, dalam membangun kembali rumah-rumah yang terbakar itu dengan secara langsung melibatkan warga dari kedua kelompok yang seteru. Tentu yang pegang kendali adalah aparat TNI atau bersama Polri dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat dan masih banyak lagi cara atau pendekatan yang bisa dilakukan. Ini memang tak mudah, tapi juga tak sulit karena mereka-mereka itu dalam basis keluarga atau identitas budaya yang sama. Bangkitkan kembali semangat saling menyayangi sbagaimana filsafat Buton Muna,” tambahnya.

“Saya yakin masyarakat Buton tetap pegang teguh atau hidup dengan pijakan nilai-nilai budaya harmoni dan saling menyayangi. Insya Allah,” tutupnya.(b)

Penulis: Yeni Marinda
Editor: Mil