PENASULTRA.COM, KENDARI – Sejumlah aktivis yang tergabang dalam Jaringan Advokasi Hukum dan Lingkungan (AHLI) berunjuk rasa di DPRD Sultra, Senin 11 November 2019.
Dalam aksinya, sejumlah massa mendesak DPRD membentuk Pansus untuk mengusut dugaan illegal mining dan pengrusakan hutan yang dilakukan PT Waja Inti Lestari (WIL) dan PT Babarina Putra Sulung (BPS).
Ketua Jaringan AHLI, Jumadil membeberkan, berdasarkan Surat Keputusan Kemenhut Nomor SK.815/Menhut/II/2013, PT WIL memiliki IPPKH seluas 40,04 Ha di wilayah Tanjung Ladongi, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka.
Namun dari hasil investigasi di lapangan, kata Jumadil, PT WIL diduga telah menambang biji nikel di luar dari wilayah yang ditetapkan dalam IPPKH. Yakni menambang hingga ke Tanjung Karara dan Tanjung Baja.
“Sesuai dengan pasal 134 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara menyebutkan bahwa kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilakukan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah,” jelas Jumadil.
Sementara itu, PT BPS yang beroperasi di Desa Barbarina, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka diduga melakukan penambangan biji nikel, sedang perusahaan itu hanya memiliki izin produksi batu.
“Kami meminta FPRD Sultra untuk membentuk Pansus dalam mengusut tuntas dugaan illegal mining dan pengrusakan hutan yang dilakukan PT WIL dan PT BPS,” tegas Jumadil.
Menggapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi menyatakan segera mengirim tim untuk menginvestigasi di lapangan.
Selain itu, pihaknya juga akan menjadwalkan rapat dengan pihak Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta para penambang pada Senin 18 November mendatang.
“Serta hari Selasa akan diadakan Rapat Dengar Pendapat dengan pihak penambang dan jaringan AHLI,” ucap Suwandi Andi.
Penulis: Faisal