PENASULTRA.COM, JAKARTA – Anda seorang pecinta traveling? Sudah pernah ke Kendari? Kalau suatu saat nanti Anda melancong ke kota Kendari, jangan lupa sinonggi ya.
Apa itu sinonggi? “Hmmm, itu makanan khas warga Sultra. Tentu saja enak. Kalau tidak enak, tidak saya rekomendasikan. Saya sudah rasakan sendiri dan saya ketagihan…” ujar Idham Daan, praktisi pariwisata saat berbincang di ruang Humas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, Jumat kemarin.
Minggu lalu, Penasultra.com juga bertemu dengan Idham Daan di depan stand Sulawesi Utara pada arena perayaan Hari Pangan Sedunia 2019 yang dipusatkan di Kendari. Idham Daan mengaku sudah melihat banyak hal potensi wisata menarik di Kendari.
Dia menilai untuk memajukan potensi wisata Kendari dibutuhkan banyak orang kreatif. Tanpa sentuhan orang orang kreatif, upaya memberdayakan pesona wisata di Kendari, butuh waktu relatif lama. Soalnya, jika mengandalkan perhatian pemerintah memajukan potensi wisata di kawasan kota Kendari, itu harus menggantungkan kucuran dana APBD atau APBN yang besarannya relatif tidak seberapa.
Salah satu lokasi wisata yang memerlukan sentuhan orang kreatif,menurut Idham adalah objek wisata religi Mesjid Al Alam. Orang kreatif diperlukan agar di kawasan itu dibangun depot depot minuman segar, kopi, teh, atau sekedar minuman air kelapa muda, lalu bangun tempat tempat duduk santai pengunjung di pinggiran laut. Pasti akan ramai pengunjung ke sana menikmati udara seger di sekitar mesjid terapung Al.Alam. Berdayakan juga disana lahan perparkoran, dan kedai kedai oleh oleh bernapas religi.
“Nah itu sekedar contoh kecil saja, betapa Kendari sebenarnta punya banyak potensi wisata yang bila dikelola dengan baik maka akan menghasilkan PAD bagi daerah, juga memberdayak SDM yang menganggur,” ujar Idham.
Pemberdayaan sektor kuliner juga dinilai Idham perlu perhatian orang kreatif. Dosen yang juga wartawan pariwisata itu menilai Kendari punya kuliner khas, salah satunya sinonggi.
“Semula saya kira makanan itu hanya ada di Papua, Ambon, Palopo dan Manado. Kebatukan saya pernah makan sagu disana. Ternyata di Kendari juga ada…,” ujarnya.
Nah bedanya jika di Papua, Manado dan Ambon resto yang menyajikan menu sagu sekaligus juga resto beragam kuliner dan cinderamata, tapi di Kendari umumnya tidak begitu. Orang kreatif dibutuhkan agar resto resto atau rumah makan sinonggo di Kendari didorong pertumbuhannya, sekaligus menjual beragam oleh oleh khas Kendari lainnya.
Sagu hanya enak dimakan saat panas. Cara menghidangkannya, siapkan dahulu sagu dalam sebuah wadah lalu taburi dengan air panas yang baru dijerangsi. Setelah itu, sapkan juga piring yang sudah diisi kuah ikan pallumara atau ikan pari panggang.
“Saya suka makan sinonggi pakai kuah opor ayam, nikmatnya bikin saya ketagihan,” kata Idham sambil mengenang pengalamannya makan dua gulung sinonggi di sebuah resto di daerah Kemaraya, Kendari.
Sinonggi juga berkhasiat sebagai herbal menurunkan kadar gula darah, menambah stamina dan daya tahan terhadap penyakit juga meredakan gangguan pencermaan.
Pengalaman makan sinonggi di Kendari membuat duda seorang anak ini jatuh cinta dengan Kendari. Buktinya, bulan depan Idham Daan akan ke Kendari lagi, sekaligus berminat investasi di sektor oleh oleh.
“Saya sudah siap menjual sagu dalam kemasan liter untuk dijadikan oleh oleh khas Kendari. Saya sudah kerjasama dengan sebuah jaringan online, dan 5 distributor di Bandung, 5 distributor di Surabaya, dan 12 distributor di Jabodetabek. Saya mohon doanya agar rintisan usaha itu bisa lancar…,” tutur Idham Daan.(b)
Penulis: Ami Herman